Monopoli Obat Paten Bikin BPJS Kesehatan Defisit

- Kamis, 5 September 2019 | 11:51 WIB
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww)
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww)

Defisit Badan Penyelengara Jaminan Sosial Kesehatan terus membludak. Tercatat pada 2018, mencapai 16,5 triliun rupiah. Meskipun pemerintah telah menggelontorkan dana talangan sebesar Rp9,2 triliun tahun lalu untuk menutupi defisit, masih terdapat defisit sebesar Rp7 triliun.

Defisit kemudian terbawa ke 2019. Pada dua bulan pertama tahun ini defisit BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp2 triliun. Jika tetap dibiarkan, pada tahun 2019 defisit BPJS Kesehatan diperkirakan akan menembus angka Rp20 triliun.

Hasil Lembaga Advokasi Isu Kesehatan dan Perburuhan Indonesia for Global Justice (IGJ), belanja obat menjadi salah satu penyebab defisit BPJS Kesehatan membengkak. 

Tercatat, belanja obat BPJS Kesehatan mencapai Rp36 triliun pada 2018 atau 40 persen dari belanja kesehatan secara keseluruhan (alat, fasilitas dan tenaga kesehatan). 

Bahkan meskipun pemerintah telah mengucurkan dana Rp10,5 triliun untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan, BPJS Kesehatan masih akan memiliki utang yang belum dibayar untuk pembelian obat berjumlah Rp 3,6 triliun kepada produsen obat. 

Paling tidak, dari Rp10 triliun, hanya 6 hingga 10 persen yang digunakan untuk pembayaran obat-obatan atau hanya mendapat pembayaran Rp300 miliar dari BPJS Kesehatan.

Periset Advolasi Isu Kesehatan Teguh Maulana mengatakan, langkah yang bisa diambil BPJS Kesehatan untuk mengurangi defisit, misalnya mengurangi pengadaan obat-obatan paten yang harganya mahal dan mensubstitusikannya dengan versi generiknya yang lebih murah.

Namun, lanjut ia, hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan karenna bahwa faktor yang menyebabkan hal tersebut sulit untuk dilakukan antara lain, karen tidak adanya versi generik dari obat-obatan kanker, monopoli paten dan teknologi oleh perusahaan farmasi transnasional dalam produksi obat-obatan kanker.

Selain itu, ada obat-obatan yang tidak diregistrasi di BPOM dan belum efektifnya keberadaan Formularium nasional (FORNAS) dan e-catalogue yang digunakan sebagai dasar dari pengadaan obat-obatan BPJS Kesehatan.

Direktur Eksekutif Lembaga untuk Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran (LETRAA) Yenny Sucipto menegaskan, ada persoalan sistem yang tidak terbangun sehingga menyebabkan carut marut dalam pengelolaan BPJS Kesehatan.

"Perencanaan yang tidak diperkuat dengan infrastruktur baik materiil maupun non materiil hingga berdampak pada implementasinya secara teknis," ujarnya.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X