DPR Nilai Turunkan Harga PCR Menjadi Rp300 Ribu Tak Selesaikan Masalah

- Selasa, 26 Oktober 2021 | 12:09 WIB
Petugas kesehatan melakukan tes usap PCR di Jakarta, Senin (25/10/2021). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Petugas kesehatan melakukan tes usap PCR di Jakarta, Senin (25/10/2021). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay memberikan apresiasi terhadap permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin menurunkan harga tes swab PCR menjadi Rp300.000.

Menurut Saleh, adanya instruksi membuktikan bahwa presiden mendengar keluhan yang ada di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, presiden kelihatannya tidak mau membebani masyarakat di masa pandemi saat ini.

“Namun demikian, permintaan menurunkan harga PCR itu dinilai tidak menyelesaikan masalah. Sebab, biaya test PCR tetap saja akan membebani. Apalagi, yang dibebani adalah para penumpang yang menggunakan transportasi udara,” kata Saleh kepada Indozone, Selasa (26/10/2021).

Faktanya, kata Saleh, tidak semua orang yang naik pesawat memiliki dana yang berlebih. Masih banyak orang yang merasa berat dengan beban membayar test PCR.

"Belakangan ini, tuntutannya kan menghapus persyaratan test PCR bagi penumpang pesawat. Nah, kalau hanya diturunkan dan diperpanjang masa berlakunya, akar masalahnya belum tuntas. Orang-orang tetap masih harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar test PCR-nya,” tutur Saleh.

Sejalan dengan tuntutan itu, lanjut Saleh, presiden diminta mengevaluasi kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat. Sebab, test PCR tersebut dinilai tidak menjamin bahwa semua penumpang tersebut aman dan tidak tertular.

Bisa saja, lanjut Saleh, di antara penumpang itu melakukan kontak erat dengan orang yang terpapar. Akibatnya, bisa terinfeksi dan menularkan di dalam pesawat.

"Orang yang ditest itu aman pada saat ditest dan keluar hasilnya. Setelah itu, belum ada jaminan. Bisa saja ada penularan pada masa 3x24 jam. Betul, test PCR ini bisa meningkatkan kehati-hatian. Tetapi, apakah itu bisa diandalkan secara total? Rasanya tidak. Apalagi, test yang sama tidak diberlakukan bagi penumpang angkutan lainnya,” beber Saleh.

Sebagai alternatif, dia mendorong agar pemerintah dapat memilih salah satu dari kebijakan berikut. Pertama, menghapus kewajiban test PCR bagi penumpang pesawat. Aturan ini diyakini akan sangat bermanfaat untuk menaikkan jumlah penumpang pesawat yang belakangan sempat terpuruk.

Kedua, kalaupun test PCR tetap diberlakukan, maka biayanya diharapkan dapat ditanggulangi pemerintah. Dengan begitu, kebijakan tersebut tidak memberatkan siapa pun.

“Tentu ini tidak mudah. Karena itu perlu perhitungan yang cermat sehingga tidak membebani anggaran pemerintah,” ungkap Saleh.

Ketiga, sambung Saleh, memperpanjang masa berlaku hasil test PCR. Kalau perlu, masa berlakunya adalah 7x24 jam. Meskipun ini tetap membebani para penumpang, tetapi tidak terlalu berat sebab hasil test tersebut dapat dipergunakan untuk beberapa kali penerbangan.

"Dulu masa berlakunya bisa lebih dari seminggu. Kenapa sekarang semakin diperketat? Kalau kasusnya mereda, semestinya masa berlaku hasil PCR pun diperpanjang. Nanti kalau ada kenaikan lagi, bisa dipikirkan untuk memperketat lagi,” tegasnya.

BACA JUGA: Anies Digugat Soal Aturan PPKM, Wagub DKI: Itu Hak Warga, Tapi Harus Sesuai Data dan Fakta

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X