Muhammadiyah Nilai Regulasi Minuman Beralkohol Bukan Islamisasi

- Senin, 16 November 2020 | 10:20 WIB
Ilustrasi minuman beralkohol. (Pexels/Elevate)
Ilustrasi minuman beralkohol. (Pexels/Elevate)

Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol bukan terkait dengan Islamisasi karena di negara Barat juga ketat dalam peraturan terkait miras.

"Undang-undang minuman beralkohol bukan merupakan usaha Islamisasi. Banyak negara Barat yang mengatur sangat ketat konsumsi dan distribusi minuman beralkohol," kata Mu'ti seperti dilansir Antara, Senin (16/11/2020).

Lebih lanjut, Mu'ti mengatakan undang-undang minuman beralkohol sangat penting dan mendesak. Konsumsi alkohol merupakan salah satu masalah yang berdampak buruk terhadap kesehatan, kejahatan, moralitas dan keamanan.

Menurut Sekum Muhammadiyah itu, banyak tindak kejahatan, kecelakaan lalu lintas yang fatal dan berbagai penyakit bermula dari konsumsi alkohol yang berlebihan.

Regulasi mengenai minuman beralkohol, kata dia, minimal harus mengatur empat hal di antaranya ketentuan kadar alkohol maksimal dalam minuman yang diperbolehkan.

Selanjutnya, kata dia, kriteria batas usia minimal yang boleh mengkonsumsi miras, tempat konsumsi yang legal serta tata niaga/distribusi yang terbatas.

-
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta. (ANTARA/Katriana)

BACA JUGA: Komisi III DPR Nilai Minuman Beralkohol Belum Perlu Diatur Dalam UU

Sementara itu, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Rofiqul Umam Ahmad mendesak regulasi minuman beralkohol harus masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas.

Dalam pandangan Islam, kata dia, minuman beralkohol merupakan induk dari segala kejahatan.

"Orang kalau sudah minum-minuman keras kemudian dia mabuk, bisa melakukan apa saja yang merusak dirinya, mengancam jiwa orang lain, termasuk melakukan kejahatan," kata dia.

Rofiq mengatakan RUU Minuman Beralkohol itu tidak untuk menguntungkan Islam saja karena nantinya ada pengecualian penyesuaian untuk setiap agama dan kepercayaan. Inti dari RUU itu, agar peredaran minuman beralkohol lebih terawasi sehingga tidak merugikan banyak kalangan.

Dia mengatakan MUI sejak 2017 sudah membahas masalah tersebut dan merancang materi yang mendalam. Karena itu, MUI siap memberikan masukan untuk menyempurnakan RUU ini bila diperlukan.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X