Data AJI: 10 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Saat Demo Mahasiswa

- Senin, 30 September 2019 | 17:43 WIB
ANTARA FOTO/Reno Esnir
ANTARA FOTO/Reno Esnir

Pada 23-26 September 2019, ribuan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK. Aksi demonstrasi ini terjadi di berbagai daerah. Sepanjang kejadian ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat setidaknya ada 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi.

Berdasarkan hasil rekapitulasi AJI Indonesia, tercatat 14 kasus kekerasan dialami jurnalis di berbagai daerah selama satu pekan terakhir yakni di Jakarta, Makassar, Palu dan Jayapura.

-
ANTARA FOTO/Irfan Anshori

Adapun sepuluh kasus di antaranya terjadi saat meliputi demo penolakan RUU KUHP dan revisi UU KPK. Sembilan pelakunya diduga merupakan anggota Polri dan satu lainnya dari massa aksi.

"Atas serangkaian kasus yang terjadi, ini semakin menguatkan bahwa tuntutan reformasi yang 21 tahun lalu disampaikan bahwa harus ada reformasi terhadap polisi ini layak untuk segera dilaksanakan," kata Revolusi Riza di Jakarta, Jumat (28/9).

"Polisi kami lihat dalam beberapa waktu terakhir sering melampaui kewenangannya dalam menangani aksi-aksi yang dilakukan masyarakat dan juga penanganan terhadap wartawan atau jurnalis yang meliput di lapangan," tambahnya.

Pemukulan, intimidasi, dan penghapusan video rekaman secara paksa dialami para jurnalis ketika meliput kejadian aksi. Tiga jurnalis di Jayapura diintimidasi dan dilarang meliput Posko Eksodus Mahasiswa di halaman Auditorium Universitas Cendrawasih pada 23 September 2019.

-
ANTARA FOTO/Arnas Padda

AJI juga menyoroti kasus kriminalisasi dan penangkapan terhadap jurnalis Dandhy Dwi Laksono karena diduga menyebarkan hoaks soal Papua. Menurut Revo, tidak ada yang salah dengan cuitan Dandhy dan itu merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"AJI Indonesia mendesak supaya polisi mencabut status tersangka yang diberikan kepada Dandhy dan membebaskannya dari segala tuntutan hukum yang berlaku," kata Revo.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mendorong para jurnalis yang mengalami kekerasan untuk membuat pelaporan kepada pihak kepolisian. Tujuannya, agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Bahkan, ia meminta Dewan Pers berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengusut kasus-kasus kekerasan yang dialami jurnalis sepanjang aksi.

"Kami selalu mengingatkan dan mengimbau untuk tidak takut melaporkan atau bersuara yang dialami jurnalis atau media. Baik itu kekerasan, intimidasi, penghalangan kerja jurnalistik, karena dengan bersuara impunitas kekerasan jurnalis dapat dikurangi," kata Ade Wahyudin, Sabtu (28/9), dikutip VOA.

-
ANTARA FOTO/Reno Esnir

Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo juga mengajak komunitas pers untuk mencari solusi bersama atas kejadian kekerasan terhadap jurnalis ini.

"Kita buat FGD dulu kalau situasi sudah reda untuk sama-sama membuat SOP sebagai pedoman bersama. Sehingga Pemred, Humas dan wilayah punya tanggung jawab bersama. Saya sedih kalau itu terjadi terus. Karena saya sudah bagian dari teman-teman pers," kata Dedi, Jumat (27/8).

Sementara terkait kasus Dandhy, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono belum dapat memastikan apakah akan menghentikan kasus tersebut atau tidak, karena hal itu menjadi hak tim penyidik.

"Dia mengambil foto-foto di media sosial kemudian diambil terus diupload dan diberi keterangan tentang foto itu. Jadi foto dan keterangannya diragukan kebenarannya. Berbeda dengan mengambil foto sendiri di lokasi kemudian ditulisi sendiri keterangannya," jelasnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X