Mengulik Turunnya Konsumsi Sayuran di Kota Besar

- Sabtu, 6 Juli 2019 | 11:15 WIB
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Warga kota-kota besar, termasuk Jakarta, saat ini cenderung tidak suka mengonsumsi sayur dan buah-buahan. Hal ini membuat warga kota besar kerap mengidap penyakit berat.

Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Ujang Sumarwan, mengatakan penyakit masyarakat di kota besar didominasi penyakit degeneratif. Sebut saja jantung, stroke, dan diabetes. 

Ujang menduga hal ini disebabkan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin mudah. Hal ini membuat masyarakat dinilai malas untuk menyiapkan makanan sendiri, apalagi untuk membeli bahan seperti sayuran.

"Dulu untuk membeli makanan, kita harus berjalan dulu. Sekarang tinggal dipesan secara online, sampai ke rumah," katanya dalam diskusi bertajuk "Food and Nutrition and Its Contribution to Increase Society Welfare and Health" yang diselenggarakan Universitas Indonesia (UI).

Padahal, penyakit degeneratif ini bisa dihindari dengan mengonsumsi makanan sehat seperti sayuran dan buah-buahan. Kedua makanan ini memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga bisa menjadi penangkal penyakit.

Ujang mengatakan, masyarakat saat ini jarang memperhatikan kandungan makanan yang dikonsumsinya. Padahal idealnya, manusia harus mengonsumsi sepertiga karbohidrat, sepertiga protein dan sepertiganya sayuran.

"Konsumen harus jeli untuk mengetahui kandungan gizi dalam suatu makanan," katanya. 

-
ANTARA FOTO

 

Konsumsi Sayuran Masyarakat Indonesia Menurun

Managing Director PT East West Seed Indonesia, Glenn Pardede, tak membantah konsumsi sayuran masyarakat Indonesia saat ini mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari daya serap petani-petani sayur yang menjadi binaannya.

Glenn kemudian memaparkan rendahnya masyarakat Indonesia mengonsumsi sayuran. Berdasarkan standar organisasi pangan dunia (FAO), masyarakat seharusnya mengonsumsi 70 kg sayuran per tahunnya.

Di Indonesia, berdasarkan data tahun lalu, masyarakat Indonesia hanya mengonsumsi 43 kilogram. Dikhawatirkan bakal terjadi penurunan pada tahun 2019. 

Glenn mengatakan, indikasinya dapat dilihat harga jual di tingkat petani. "Beberapa komoditi jatuh, misalnya tomat di beberapa daerah sempat jatuh hanya Rp800 per kilogram," ujar Glenn. 

Pola konsumsi masyarakat Indonesia dinilai salah. Meski pasokan dan harga sayuran tak mengalami perubahan drastis dan selalu tersedia di pasar, masyarakat Indonesia tetap minim mengonsumsi sayuran. 

"Saya juga heran mengapa konsumsi justru turun," katanya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X