Mengibarkan Bendera Merah Putih yang Kusam Tidak Perlu Diatur Dalam RUU KUHP

- Rabu, 30 Juni 2021 | 11:39 WIB
Dua bocah berlari mengibarkan bendera merah putih saat perayaan hari lahir Pancasila di Kampung Tematik Kampung Teras Pancasila, Karang Tengah, Tangerang, Banten, Selasa (1/6/2021). (ANTARA/Muhammad Iqbal)
Dua bocah berlari mengibarkan bendera merah putih saat perayaan hari lahir Pancasila di Kampung Tematik Kampung Teras Pancasila, Karang Tengah, Tangerang, Banten, Selasa (1/6/2021). (ANTARA/Muhammad Iqbal)

Pakar hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago mengatakan pasal penodaan terhadap bendera negara, khususnya mengibarkan bendera Merah Putih yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, sebaiknya tidak perlu ada di dalam RUU KUHP.

"Bisa dibayangkan seseorang karena ketidakmampuan membeli bendera baru apakah harus dipidana, padahal yang bersangkutan sangat ingin mengibarkan bendera Merah Putih, misalnya pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus," kata Prof Dr H Faisal Santiago, dikutip dari Antara, Rabu (30/6/2021).

Namun, apabila ada yang menodai bendera Merah Putih dengan cara menginjak-injak dengan sengaja, membakar, dan menodai dengan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, maka wajib dipidana.

Dia mengemukakan hal itu terkait dengan pemidanaan terhadap setiap orang yang mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, sebagaimana termaktub dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) Pasal 235 Huruf b.

Bagi pelanggar ketentuan itu terancam pidana denda paling banyak Rp10 juta. Pasal ini juga mengancam pidana denda terhadap pemakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial.

Selain itu, mencetak, menyulam dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apa pun pada bendera negara juga terancam pidana denda.

Pidana denda juga mengancam setiap orang yang memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.

Faisal juga memandang penting ada ketentuan pemberatan pidana terhadap pejabat negara yang melakukan tindak pidana terkait dengan pasal-pasal penodaan terhadap bendera negara.

"Pejabat negara adalah panutan atau menjadi teladan bagi masyarakat untuk mengikutinya, bukan mencontohkan hal-hal yang tidak baik," katanya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X