PKS Tolak Wacana Periodisasi Presiden Dalam Amandemen UU NRI 1945

- Rabu, 27 November 2019 | 09:51 WIB
Partai Keadilan Sejahtera. (Antara/M Risyal Hidayat)
Partai Keadilan Sejahtera. (Antara/M Risyal Hidayat)

Presiden PKS Sohibul Iman menyatakan dalam amandemen UU NRI 1945 partainya menolak dua wacana yang belakangan ini beredar. Pertama, PKS menolak wacana perpanjangan kekuasaan presiden dan wakil presiden tiga periode

"PKS berkomitmen untuk menjaga semangat reformasi dan demokrasi dengan membatasi kekuasaan bukan memperbesar kekuasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan," ucapnya saat melakukan pertemuan silaturahmi dengan Pimpinan MPR RI di Jakarta, Selasa (26/11).

Kedua, sambungnya, PKS menolak wacana pemilihan presiden dan wakil presiden oleh MPR dan tetap menginginkan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat Indonesia. 

"Pemilihan presiden dan wakil presiden oleh MPR adalah langkah mundur demokrasi dan menghilangkan kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpinnya," tegasnya.

PKS juga berharap keinginan amandemen UUD NRI Tahun 1945 harus didasarkan pada aspirasi dan kehendak rakyat Indonesia. Bukan didasarkan pada kepentingan elit atau kelompok tertentu saja. 

"Wacana amandemen UUD juga harus melibatkan ahli-ahli di bidangnya dan benar-benar lahir dari kehendak dan keinginan rakyat. Oleh karena itu, PKS akan sangat mendengarkan dan mempertimbangkan aspirasi dan kehendak rakyat Indonesia dalam mendukung atau menolak amandemen UUD NRI Tahun 1945," jelasnya.

Sohibul mengatakan PKS akan memperjuangkan dua hal yang menjadi aspirasi rakyat. Pertama, PKS mendorong dibentuknya lembaga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang bersifat permanen dalam konstitusi. Bukan lembaga ad hoc atau sementara yang selama ini menjadi perdebatan elit. 

Kedua, PKS mendorong perubahan pasal 2 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 tentang MPR yang berbunyi 'segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak'. 

"Menurut kami putusan dengan suara terbanyak ini harus diganti dengan musyawarah mufakat yang menjadi semangat nilai-nilai Pancasila. Jika tidak terpenuhi mufakat baru kemudian diputuskan dalam suara terbanyak," katanya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X