Rusuh di Wamena Papua Akibatkan 26 Orang Meninggal

- Selasa, 24 September 2019 | 17:43 WIB
Pengunjuk rasa melakukan aksi di depan Kampus Universitas Cenderawasih, Abepura, Jayapura, Papua, Senin (23/9/2019). (ANTARA FOTO/Faisal Narwawan/wpa/foc)
Pengunjuk rasa melakukan aksi di depan Kampus Universitas Cenderawasih, Abepura, Jayapura, Papua, Senin (23/9/2019). (ANTARA FOTO/Faisal Narwawan/wpa/foc)

Jumlah korban meninggal dunia akibat kericuhan di Wamena, Papua, pada 23 September 2019, bertambah menjadi 26 orang yang. Dari korban jiwa sebanyak itu, masih ada tiga korban yang belum teridentifikasi identitasnya.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyebutkan, jumlah korban meninggal dunia itu, berdasarkan laporan pada Selasa, pukul 12.00 WIB, sementara korban luka-luka sebanyak 66 orang.

"Mereka meninggal akibat, terutama luka bacok dan terbakar dalam rumah atau rukonya yang terbakar. Ada yang berprofesi tukang ojek, bekerja di restoran, dan sebagainya," katanya.

Selain korban meninggal, kerusakan terjadi pada kantor bupati, kejaksaan, puskesmas, perbankan, dan ruko-ruko,50 mobil dan 50 motor karena hangus dibakar.

Sementara untuk insiden penyerangan yang terjadi di Expo Waena, Jayapura, Tito menyebutkan satu anggota TNI gugur dan tiga perusuh tewas.

Menko Polhukam Wiranto menyesalkan terjadinya kericuhan di Wamena dan Jayapura, Papua, padahal beberapa hari ini situasi di provinsi paling timur Indonesia itu sudah berangsur kondusif.

"Betul-betul kita sayangkan. Aparat keamanan berusaha meredam itu semua, menyadarkan masyarakat. Jangan sampai dijadikan bulan-bulanan pihak yang hanya mencari keuntungan di sana," katanya.

Tito menyebutkan kericuhan yang terjadi di Wamena, Papua, sengaja didesain oleh kelompok tertentu untuk menarik perhatian internasional pada sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), demikian pula kerusuhan sebelumnya di Papua.

"Ada upaya pihak yang berada di luar negeri, yakni The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) pimpinan Benny Wenda," katanya.

Ia menegaska, kerusuhan agar bisa dipakai sebagai amunisi saat melakukan upaya diplomasi di PBB dengan mengemas sebagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Kebetulan, ada agenda internasional, yakni sidang Komisi Tinggi HAM di Jeneva yang dimulai 9 September 2019. Kemudian, agenda besar lainnya, yakni Sidang Majelis Umum (General Assembly) PBB sebagai sidang tahunan di New York, AS, mulai 23 September 2019," ujarnya.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X