Kamus Sejarah Dianggap Manipulatif, Hidayat Nur Wahid: Harus Ditarik dan Dikoreksi!

- Kamis, 22 April 2021 | 10:35 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (ANTARA)
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (ANTARA)

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritik keras beredarnya Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan II yang tidak menampilkan fakta sejarah yang proporsional, terutama terkait dengan tidak dimasukkannya banyak peran para tokoh Islam. Sedangkan tokoh komunis yang melakukan pemberontakan justru banyak disebut dalam kamus tersebut, sehingga dapat menyesatkan masyarakat umum maupun guru dan anak didik. 

“Saya telah baca kamus yang beredar tersebut. Ternyata, bukan hanya pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy’ari yang tidak dicantumkan sebagaimana disebut dalam banyak pemberitaan. Bahkan putra Beliau, yaitu KH Wahid Hasyim, yang anggota BPUPK, Panitia 9 dan PPKI, juga banyak tokoh umat Islam lain yang sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional dan berperan konstruktif untuk menghadirkan dan membentuk Indonesia merdeka juga tidak dimasukkan ke dalam Kamus tersebut," ujar Hidayat kepada wartawan, Kamis (22/4/2021).

HNW sapaan akrabnya mencatat beberapa tokoh yang penting lainnya yang tidak dicantumkan. Di antaranya, KH Mas Mansoer yang merupakan mantan Ketua PB Muhammadiyah, Anggota BPUPK, pendiri MIAI; Mr Syafruddin Prawiranegara yang merupakan tokoh Masyumi sekaligus pencetus dan pemimpin Pemerintahan Darurat RI (PDRI).

Kemudian Mohammad Natsir, tokoh Partai Masyumi sekaligus pencetus mosi integral yang menyelamatkan NKRI: Ir Djoeanda yang merupakan Guru Muhammadiyah yang berjasa dengan Resolusi Djoeanda menjadikan Indonesia menjadi betul-betul NKRI yang bercirikan nusantara. Sedangkan, dari sisi organisasi tidak ada penjelasan apa pun mengenai Jong Islamiten Bond yang berperan aktif dalam Sumpah Pemuda 28/10/1928.

“Padahal mereka semua punya peran yang sangat penting dan diakui dalam pembentukan bangsa ini, sesuai dengan judul kamus tersebut. Tapi justru malah tidak dimasukkan,” kata HNW.

Di sisi lain, HNW menambahkan, justru sejumlah pihak yang tercatat pernah memberontak dan memecah belah bangsa Indonesia dimasukkan ke dalam Kamus Sejarah Indonesia tersebut. Misalnya tokoh-tokoh sentral Partai Komunis Indonesia (PKI) seperti Alimin, Semaun, Musso, Amir Syarifuddin, DN Aidit malah disebut.

Bahkan, kata HWN, Bapak Komunis Asia Tenggara Henk Sneevliet yang sukses memecah belah Sarekat Islam menjadi putih dan merah justru dicantumkan, termasuk organisasinya, ISDV.

"Apakah peran mereka yang memecah belah perjuangan bangsa dan memberontak terhadap Pemerintah Indonesia yang sah lebih penting di mata Dirjen dan Direktur Sejarah Kemendikbud, ketimbang peran tokoh-tokoh bangsa dari umat Islam yang telah menghadirkan Indonesia erdeka dan mempertahankan Indonesia merdeka dengan NKRI-nya?” tegasnya.

BACA JUGA: Pengkhianat Korea Utara Ini Klaim Bahwa Dia Target Kim Jong Un Selama Bertahun-tahun

Dengan demikian, menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memang sudah seharusnya Dirjen Kebudayaan Kemendikbud selaku pengarah dari penyusunan kamus tersebut untuk  mengklarifikasi secara benar terkait hadirnya buku Kamus Sejarah Indonesia kemudian segera merevisi dan merombak total secara benar.

“Tapi karena dampak negatifnya yang sudah menyebar luas, klarifikasi Dirjen Kebudayaan Kemendikbud seharusnya tidak hanya mengenai tidak dicantumkannya KH Hasyim Asy’ari, juga mengenai tidak dicantumkannya KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, M Natsir dan Tokoh-Tokoh Bangsa dari Kalangan Umat Islam lainnya, tetapi juga mengapa justru Kamus Sejarah Indonesia tersebut malah lebih mementingkan menyebut PKI dan banyak tokoh-tokoh PKI, Partai terlarang itu,” tegasnya.  

Lebih lanjut, HNW mengingatkan kembali slogan Jas Hijau, ‘Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama’ yang sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan, bersama dengan slogan Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) yang dipopulerkan oleh Ir Soekarno.

“Peristiwa ini semakin menunjukkan bahwa selain Jas Merah, bangsa ini juga harus terus mengingat Jas Hijau, agar adil terhadap sejarah, agar kita tidak mengajarkan dan mewariskan arah dan kamus sejarah yang sesat,” tandas HNW.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X