Anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun menolak keras rencana Menkeu Sri Mulyani menarik pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako dan sektor pendidikan.
Misbakhun menegaskan bahwa sembako, pendidikan, dan kesehatan tidak boleh dipungut pajak. Tiga hal ini terkandung dalam konstitusi sebagai kesejahteraan rakyat yang harus diwujudkan negara.
"Kalau beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, pengaruhnya pada kualitas pangan rakyat. Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik," kata Misbakhun, dikutip dari Antara, Minggu (13/6/2021).
Sementara untuk pendidikan, wakil rakyat asal Pasuruan ini mengatakan pendidikan adalah simbol pembangunan karakter sebuah bangsa.
"Pendidikan itu menunjukkan kualitas SDM sebuah negara. Kalau pendidikan sampai dijadikan objek pajak dan dikenakan tarif PPN, kualitasnya akan terpengaruh," ujar anggota Komisi XI DPR ini.
Karena itulah, Misbakhun menilai isi RUU KUP yang memuat perluasan objek pajak hingga mengenai pendidikan, pangan, dan kesehatan, membuktikan Kemenkeu gagal membuat kebijakan yang merujuk pada amanat konstitusi.
Padahal, konstitusi mengamanatkan berbagai sektor yang harus dijaga dengan semangat gotong royong.
Dia juga mempertanyakan argumen Sri Mulyani bahwa pajak sembako dan pendidikan baru diterapkan setelah pandemi Covid-19.
Menurutnya, alasan itu tidak rasional karena belum ada ahli atau lembaga yang bisa memprediksi akhir dari pandemi Covid-19.
Dia menyindir Sri Mulyani yang merupakan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia harusnya punya ide berkelas cara menaikkan tax ratio dan penerimaan pajak tanpa harus menerapkan PPN pada sembako dan pendidikan.
"Tarik dan revisi, karena isi RUU KUP itu sangat tidak populer," katanya.