Partai Demokrat Dibajak, Tengku Zulkarnain Sentil Masa Jabatan Presiden: Boleh 3 Periode?

- Minggu, 7 Maret 2021 | 19:57 WIB
Kolase foto Moeldoko dan Tengku Zulkarnain (ANTARANEWS/Instagram @tengkuzulkarnain.id)
Kolase foto Moeldoko dan Tengku Zulkarnain (ANTARANEWS/Instagram @tengkuzulkarnain.id)

Mantan Wakil Sekretaris Jenderal MUI Ustaz Tengku Zulkarnain turut mengomentari manuver politik Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko terhadap Partai Demokrat.

Melalui akun Twitter @ustadtengkuzul, Minggu (7/3/2021), Tengku Zulkarnain bahkan menyebut bahwa Partai Demokrat 'dibajak'.

Tak hanya itu, Tengku Zulkarnain juga bertanya soal kemungkinan masa jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode.

"Setelah Partai Demokrat nantinya sukses 'dibajak', akanlah UU tentang calon Presiden boleh 3 priode mulus diluncurkan...? Tak ente ni rondo mu, eh kleru. Tak ente ni wae lah... Sopo nyono...?" tulis Tengku Zulkarnain.

Terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan bahwa saat pemerintah masih mengakui Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Hal itu disampaikan Mahfud menanggapi kisruh yang terjadi dalam partai tersebut. Seperti diketahui, sekelompok kader dan eks kader Partai Demokrat telah menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) dan menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai ketua umum.

"Pengurusnya yang resmi di kantor pemerintah itu AHY, AHY putra Susilo Bambang Yudhoyono itu yang sampai sekarang ada," kata Mahfud dilansir dari ANTARA, Sabtu (6/3/2021).

Mahfud mengatakan, pemerintah belum bisa menentukan keabsahkan status kepengurusan Partai Demokrat versi KLB. Dia juga menilai saat ini persoalan tersebut belum masuk ranah hukum.

"Jadi nggak ada masalah hukum sekarang," kata Mahfud.

Mahfud juga menganggap KLB yang digelar sebelumnya sebatas kegiatan kader biasa. Sehingga hingga detik ini, pemerintah masih mengakui AHY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

"Pengurusnya siapa? Sehingga yang ada di misalnya di Sumut itu kita anggap dia sebagai temu kader yang itu tidak bisa dihalangi. Kalau kita menghalangi berarti melanggar ketentuan pasal 9 Undang-Undang nomor 9 Tahun 98 tentang kebebasan menyatakan pendapat," sambungnya.

Menurut Mahfud, persoalan nantinya akan muncul jika hasil KLB tersebut didaftarkan secara resmi ke Kemenkum HAM. Di situlah peran pemerintah untuk mengkaji keabsahannya.

"Kalau terjadi perkembangan orang dari kelompok di Deli Serdang melapor, lalu pemerintah ini menilai apakah ini sah atau tidak. Sesuai AD/ART atau tidak, penyelenggaranya siapa, baru kita nilai nanti, nanti pemerintah memutuskan ini sah atau tidak sah, nanti silakan pemerintah akan berpedoman pada aturan-aturan itu," ujarnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X