Kajian Warga di Bawah 45 Tahun Boleh Bekerja Dipertanyakan

- Senin, 11 Mei 2020 | 20:06 WIB
Ilustrasi karyawan yang bekerja di Jakarta. (INDOZONE/Arya Manggala)
Ilustrasi karyawan yang bekerja di Jakarta. (INDOZONE/Arya Manggala)

Kelompok kerja di bawah usia 45 tahun akan segera diberi kesempatan untuk bekerja normal di tengah pandemi Covid-19. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam siaran langsung Instagram Sekretaris Kabinet hari ini.

Ada pun alasan dari kebijakan ini agar pemerintah dapat menekan potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat virus corona. Kebijakan ini menuai berbagai pendapat termasuk dari praktisi kesehatan.

Dokter spesialis paru, dr Irandi Putra Pratomo, Sp.P, FAPSR, Ph.D mengatakan perlu kajian lebih lanjut terhadap kebijakan tinggi. Sebab meskipun dikatakan kelompok kerja di bawah usia 45 tahun termasuk kategori tidak rentan, tetap ada risiko tinggi untuk terkena pajanan virus corona. Terlebih situasi pandemi Covid-19 di Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain.

"Kalau untuk yang klasik sesuai dengan pustaka di luar, ada faktor risiko untuk usia di atas 50 tahun, kemudian ada penyakit penyerta seperti jantung, penyakit diabetes. Tapi dari contoh-contoh yang saya lihat ada pergeseran demografi untuk sakit sedang hingga berat  di Indonesia itu di usia 40 ke atas sampai usia 50 tahun," ujar dr Irandi dalam suatu diskusi online, Senin (11/5/2020).

Dirinya menambahkan, 9 dari 10 orang di Indonesia merupakan perokok. Dalam konteks epidemiologi, angka ini tidak bisa disepelekan. Sebab bisa saja itu memengaruhi situasi Covid-19 di Tanah Air.

Tak bisa dipungkiri banyak orang yang masuk kelompok kerja di bawah usia 45 tahun merupakan perokok aktif. Dikatakan oleh dr Irandi, pada perokok yang terkena Covid-19, proses sembuh dan pemulihannya menjadi lebih lama.

Ada pasien yang masih positif walaupun sudah diperiksa berkali-kali atau bahkan gejalanya sudah tidak.

"Di lapangan kami juga terima pasien usia produktif di bawah 50 tahun dan tidak sedikit juga yang jatuh ke derajat berat sehingga butuh ventilator atau bahkan mengakibatkan kematian. Artinya memang di Indonesia harus ada kajian yang serius untuk mengambil kebijakan," ujar dr Irandi.

Dirinya mempertanyakan kajian yang digunakan untuk pengambilan kebijakan. Ditekankan kembali oleh dr Irandi jika situasi di Indonesia berbeda dengan negara lain.

"Saya pikir itu seperti eksperimen sekali dan eksperimen menggunakan nyawa. Buat kami di dunia kesehatan dan dunia IPA aja ya, biologi, itu enggak etis. Saya enggak tahu untuk bermain nyawa di dunia sosiologi itu boleh apa enggak, saya enggak tahu," pungkas dr Irandi.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X