Berdasarkan data dari Bank Indonesia, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada November 2019 mencapai US$401,4 miliar atau sekitar Rp5.499 triliun (berdasarkan asumsi kurs Rp13.700 per dolar AS).
Jumlah tersebut tumbuh 8,3% dibanding November 2018, atau melambat dibanding pertumbuhan Oktober 2019 yang tumbuh terakselerasi hingga 12%.
Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral yang mencapai 201,4 miliar dolar AS dan utang swasta 200,1 miliar dolar AS.
Utang Indonesia tercatat tumbuh 10,1% dibanding periode November 2018 yang menjadi US$198,6 miliar.
"Posisi utang luar negeri pemerintah lebih rendah dari bulan sebelumnya karena pelunasan pinjaman bilateral dan multilateral yang jatuh tempo pada periode laporan," tulis bank sentral.
Utang luar negeri pemerintah tersebut dipakai untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif.
Adapun sektor produktof tersebut berupa jasa kesehatan dan kegiatan sosial, konstruksi, jasa pendidikan, administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, serta jasa keuangan dan asuransi.
Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri swasta lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang sempat mencapai 10,7%. Utang luar negeri swasta saat ini tercatat tumbuh 6,9%.
"Perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh cukup tingginya pelunasan surat berharga domestik yang jatuh tempo, meskipun pada periode yang sama terdapat penerbitan surat utang perusahaan bukan lembaga keuangan dan penarikan pinjaman oleh perbankan," demikian pernyataan dari Bank Indonesia.
Utang luar negeri swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara, sektor industri pengolahan, serta sektor pertambangan dan penggalian.
