Duh, Indonesia Sering Dituduh Melanggar Perdagangan Internasional

- Senin, 8 Juni 2020 | 15:35 WIB
Ilustrasi pelabuhan. (Pixabay/Monika Neumann)
Ilustrasi pelabuhan. (Pixabay/Monika Neumann)

Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Srie Agustina mengungkapkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling sering menerima tuduhan perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Tercatat hingga periode Agustus 2019, 328 kasus tuduhan anti-dumping, anti safeguard dan anti subsidi ekspor dituduhkan ke Indonesia. Hal itu menjadikan ekspor produk-produk Indonesia menjadi tersendat.

Menurut Srie, dari seluruh tuduhan tersebut beberapa diantaranya sudah dilakukan advokasi dan proses hukum sehingga ekspor komoditas nasional bisa berjalan. Untuk negara yang paling banyak menuduh Indonesia melakukan pelanggaran perdagangan internasional dari India yang mencapai 54 tuduhan. Kemudian dari Amerika dan Uni Eropa masing-masing sebanyak 37 kasus tuduhan.

Berikutnya dari Australia sebanyak 28 kasus tuduhan, dari Turki 23 tuduhan, Malaysia 19 tuduhan, Filipina sebanyak 15 kasus tuduhan, Afrika Selatan sebanyak 14 tuduhan, Brazil sebanyak 11 tuduhan dan dari berbagai negara lainnya sebanyak 90 tuduhan. 

"Lima komoditas utama yang paling banyak dijadikan bahan tuduhan anti-dumping, antisubsidi adalah baja, tekstil atau produk tekstil, produk kayu, produk kimia dan mineral," ujar Srie Agustina di Jakarta, Senin (8/6/2020). 

Indonesia sendiri dalam kurun waktu 2015-2019, menempati urutan kedelapan sebagai negara yang paling banyak mendapatkan tuduhan kecurangan perdagangan. Hal ini menandakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam lancang perdagangan global. 

Dijelaskannya dari 5.833 inisiasi penyelidikan anti-dumping yang terjadi di dunia, sebanyak 3.887 atau sekitar 66,64% berakhir pada penerapan anti dumping measure.

Sementara untuk kasus anti subsidi, dalam kurun waktu tersebut Indonesia menempati urutan ke empat yang paling banyak menerima tuduhan. Maka itu jika diakumulasi dari seluruh kasus anti subsidi di dunia, terdapat 556 inisiasi penyelidikan anti subsidi, terdapat 303 kasus atau sekitar 54,50% berakhir pada penerapan countervailing measure.

"Indonesia sendiri untuk kasus tuduhan anti subsidi itu ada 24 kasus namun yang berakhir pada penerapan countervailing sebanyak 10 kasus," ungkapnya. 

Srie Agustina menambahkan dari serangkaian tuduhan-tuduhan tersebut mengakibatkan Indonesia kehilangan devisa negara akibat tersendatnya ekspor beberapa komoditas unggulan. Tercatat pada periode tersebut Indonesia kehilangan devisa negara mencapai US$1,9 miliar atau setara Rp26,5 triliun.

"Semua tuduhan tersebut berpotensi hilangnya devisa negara yang sangat besar di tengah kita membutuhkan devisa untuk pemulihan ekonomi dan mengatasi pandemi," pungkasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X