Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa struktur bangunan yang buruk menjadi salah satu penyebab banyaknya rumah dan bangunan yang rusak saat Gempa Malang pada Sabtu (10/4) .
"Dari hasil survei dan evaluasi di lapangan banyak ditemukan struktur bangunan yang tidak memenuhi persyaratan tahan gempa. Mayoritas bangunan tidak menggunakan struktur kolom pada bagian sudutnya," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (14/04), seperti dilansir Antara,
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa faktor lain adalah kondisi batuan atau tanah setempat. Kerusakan banyak terjadi pada endapan alluvium dan endapan lahar gunung api.
Selanjuntnya, kondisi topografi setempat yang berupa lereng lembah yang tersusun oleh tanah atau batuan dengan klasifikasi kerapatan tanah (densitas) sedang serta jarak terhadap pusat gempa.
Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan hasil survei Makroseismik dan Mikroseismik BMKG di Malang, Blitar, dan Lumajang. Salah satu titiknya yaitu di Desa Sumber Tangkil dan Desa Jogomulyan, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang yang merupakan wilayah terparah terdampak gempa.
Hasil survei itu akan diserahkan kepada pemda setempat sebagai bentuk peta mikrozonasi kerentanan gempa bumi yang selanjutnya menjadi dasar rekomendasi untuk rekonstruksi bangunan yang rusak agar dibangun pada zona dan standar bangunan yang tepat.
Selain itu, Dwikorita mengatakan bahwa sebenarnya gempa tidak membunuh atau melukai, justru, bangunanlah yang melukai bahkan membunuh manusia.
Maka dari itu, ia mengatakan bahwa rumah atau bangunan perlu dipersiapkan supaya kuat dan tahan gempa.
"Potensi bahaya gempa bumi di Indonesia sangat besar, jadi harus diantisipasi dengan menerapkan 'building code' dengan ketat dalam membangun struktur bangunan. Bangunan tahan gempa bumi wajib diberlakukan di daerah rawan gempa," katanya.