Kapolri Keluarkan Edaran, Istri Jerinx Tanya Kasus Suami Udah Minta Maaf Tapi Ditahan

- Selasa, 23 Februari 2021 | 14:15 WIB
Nora Alexandra pertanyakan kasus suami (Instagram/ncdpapl)
Nora Alexandra pertanyakan kasus suami (Instagram/ncdpapl)

Nora Alexandra mempertanyakan perihal kasus yang menimpa suaminya Jerinx SID terkait kasus ujaran kebencian terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

Nora mengaitkan kasus suaminya tersebut dengan Surat Edaran (SE) Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif yang barus saja dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Dalam beberapa pedoman yang ada di dalam surat edaran tersebut, salah satunya berbunyi jika korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, maka terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali.

Nora menuliskan kekesalannya itu dalam unggahan terbaru di Instagram pribadinya, Selasa (23/2/21).

Ia pun mempertanyakan perihal suaminya yang saat ini masih berada di dalam tahanan Polda Bali karena kasus 'IDI kacung WHO'. 

"Suami saya dilaporkan bukan oleh korban tetapi masih saja ditahan. Dia dilaporkan oleh ketua IDI Bali Dr Putra Sutejda yg saat sidang jelas2 di bawah sumpah menyatakan tidak ingin memenjarakan suami saya. Mohon penjelasannya pak Divisi Humas Polri," tulis Nora dalam unggahannya. 

Seolah tak puas, Nora kembali mengungkapkan isi hatinya dan meminta kejelasan dari pihak Kapolri mengenai kelanjutan kasus yang menimpa suaminya. 

"Kenapa baru sekarang pak? Lalu bagaimana nasib suami saya? Dia sudah berkali-kali minta maaf sebelum dijadikan terdakwa. Banyak buktinya. IDI Pusat (korban) sudah berkali-kali menyatakan tidak ingin memenjarakan suami saya. Ketua IDI Bali (bukan korban) juga nyatakan hal yg sama. Kenapa suami saya masih ditahan pak? Mohon tanggapannya Divisi Humas Polri," tulis Nora dalam unggahan lainnya. 

Seperti yang diketahui, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo baru saja mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.

Menurut Jenderal Listyo Sigit, Polri selalu mengedepankan edukasi dan upaya persuasif, sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika dan produktif dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan.

Melalui Surat Edaran Kapolri tersebut, penyidik diminta memedomani hal-hal sebagai berikut:

  1. mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya,
  2. memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan menginventarisir berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di masyarakat,
  3. mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi, memberikan peringatan serta mencegah masyarakat dari potensi tindak pidana siber,
  4. dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil,
  5. sejak penerimaan laporan, penyidik diminta berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.
  6. melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Bareskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada,
  7. penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara,
  8. terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice, kecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), radikalisme, dan separatisme,
  9. korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, maka terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,
  10. penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaannya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan,
  11. agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidikan yang diambil dan memberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X