Dianggap Bukan Preman Biasa, John Kei Dinilai Pantas Dihukum Mati, Ini Alasannya

- Selasa, 23 Juni 2020 | 17:36 WIB
Polisi membawa tersangka kejahatan John Kei di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (22/6/2020). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Polisi membawa tersangka kejahatan John Kei di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (22/6/2020). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Preman ibukota, John Refra atau yang lebih dikenal dengan nama John Kei, kembali beraksi usai enam bulan bebas dari hukuman di Lapas Permisan, Nusakambangan, 26 Desember 2019 lalu. Sewaktu di lapas dia pernah mengaku bertobat dan ingin menjadi hamba Allah.

Karena ucapannya tidak terbukti, oleh Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Ferdinand Andi Lolo, John dinilai bukan preman biasa. Itu karena dia tidak hanya bengis, tetapi juga bisa mengendalikan kejahatan.

Sebelum Kapolri Idham Azis mengatakan, tidak ada tempat bagi premanisme di Indonesia. Namun ucapan tersebut kontradiktif dengan kenyataan di lapangan.

"Aparat sering mereduksi bahwa itu adalah aksi preman. Sebenarnya kalau dari sudut pandang saya itu bukan aksi preman, itu sudah levelnya lebih tinggi dari preman. Saya melihat agak sedikit kurang tepat kalau Kapolri mengatakan bahwa kita harus memerangi premanisme. Harusnya diperangi itu adalah kejahatan yang terorganisir yang dilakukan oleh organisasi kejahatan," kata Ferdinand saat dihubungi Indozone, Selasa (23/6/2020).

-
John Kei. (ANTARA/Zabur Karuru)

Lolo menyebut hukuman mati sudah tepat dijatuhkan untuk John Kei yang diketahui sudah berstatus sebagai residivis, meski pada praktiknya, hukuman mati memerlukan prosedur dan pembuktian yang tidak gampang.

"Tetapi kalau tidak hukuman mati ya sebaiknya dipertimbangkan karena residivis kan hukumanya diperberat," ungkap Ferdinand.

Lebih jauh Ferdinand menyoroti keputusan Kementerian Hukum dan Ham yang memberikan pembebasan bersyarat terhadap John Kei. Menurutnya, mulai saat ini Kemenkum HAM wajib berpikir dua kali sebelum memberikan keputusan bebas bersyarat untuk John Kei.

Pengamanan Diperketat

Terpisah,  Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Polda Metro Jaya mengaku menyiapkan pengamanan yang lebih ketat saat melakukan penahanan terhadap John Kei dan kelompoknya. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Sampai saat ini (John Kei cs) belum masuk ke rutan kita. Belum tahu juga (John Kei) akan ditahan di rutan narkoba atau biasa, nanti kita akan koordinasikan dengan penyidiknya," ujar Direktur Tahanan dan Barang Bukti Polda Metro Jaya, AKBP Barnabas. 

Adapun John Kei ditangkap bersama 30 anggota kelompoknya di markasnya yang berada di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Kali ini, John Kei kembali ditangkap karena kasus perusakan rumah milik saudaranya yakni Nus Kei. Kelompok John Kei juga membacok kelompok Nus Kei hingga tewas.

Profil Jon Kei

John Kei lahir di Tutrean, Pulau Kei, Maluku Tenggara, pada Rabu, 10 September 1969. Ia terlahir dari keluarga petani, dengan nama asli John Refra. Nama 'Kei' di belakang John itu merujuk kepada nama pulau tempat ia berasal.

John Kei mulai merantau ke Jakarta pada tahun 1990. Sepuluh tahun hidup di ibukota yang keras, John membentuk organisasi kepemudaan bernama Angkatan Muda Kei atau disingkat dengan nama AMKEI. Organisasi ini dibentuk tak lama setelah kerusuhan yang terjadi di Tual, Pulau Kei, pada Mei 2000.

Sejak tahun itu pula John mulai bekerja sebagai penagih utang (debt collector). Semakin lama, anak buahnya semakin banyak. Dan dia mulai menjalin relasi dengan sejumlah pejabat dan pemodal-pemodal dunia gelap.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X