Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono meminta pemerintah untuk lebih meningkatkan dan memasifkan cara pengetesan Covid-19 dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) Swab test dibandingkan Rapid test. Ia menilai Rapid test hanya menunda dan memperlambat penanganan Covid-19.
Baginya Rapid test tidak akurat dalam mendeteksi seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak karena bisa saja seseorang terdeteksi reaktif tetapi sebenarnya dia tidak terinfeksi.
"Rapid test penting, tapi sekarang masyarakat sudah tahu bahwa rapid test itu tidak akurat. Kenapa tidak akurat, karena ia tidak mendeteksi orang dengan virus. Di dalam masalah orang dengan surveilan tidak bisa mendeteksi orang dengan itu. Untuk virus harus dengan PCR," kata Pandu Riono di Jakarta, Kamis (20/8/2020).
Akademisi UI ini lebih jauh menjelaskan bahwa Rapid test itu tidak untuk mendeteksi virus tetapi hanya mengetes antibodi seseorang, sehingga justru akan memperlambat penanganan jika ternyata ia memang terinfeksi Covid.
"Jadi rapid test itu mengetes orang dengan antibodi. Terlambat kita. Seminggu setelah orang terinfeksi baru terdeteksi. Orang yang terdeteksi reaktif belum tentu dia punya virus. Itu hanya riwayat bahwa dia pernah terinfeksi Jadi harus di swap lagi," urainya
Ia menambahkan soal PCR memang mahal, namun saat ini, tes dengan cara tersebut paling efektif untuk mengetahui seberapa besar orang telah terinfeksi untuk melindungi masyarakat yang lain dari penularan.
"Memang sulit dan mahal (PCR-red), tapi bisa dilakukan. Karena begitu di mapping ternyata banyak lab-lab kita yang sudah punya mesin PCR. Cuman kapaitasnya masih kecil-kecil. Tinggal di upgrade mesin yang lebih besar dan otomatis, agar kita bisa mengejar keterlambatan dengan testing Swab," ujarnya.
Artikel Menarik Lainnya:
-
Viral Video Diduga Zara Adhisty Girang Payudaranya Diremas Pacar, Benarkah Itu Zara?
-
Anjing Polisi Ini Ikut Kerja Naik Motor, Minta Duduk di Depan Layaknya Seorang Anak
-
Heboh Video Grepe Payudara Adhisty Zara, Netizen Singgung Soal Keperawanan