Subsidi Solar Diprediksi Turun di 2021, Pengamat: Jangan Sampai Bebani Pertamina

- Selasa, 30 Juni 2020 | 13:11 WIB
Ilustrasi BBM solar dan Pertamina. (ANTARANEWS).
Ilustrasi BBM solar dan Pertamina. (ANTARANEWS).

Dalam asumsi makro sektor energi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 yang telah disepakati Pemerintah dengan Komisi VII DPR-RI, besaran subsidi solar akan dikurangi dari yang saat ini sebesar Rp1.000 per liter, menjadi hanya Rp500 per liter di 2021. 

Sementara itu volume BBM bersubsidi sendiri di dalam RAPBN 2021, ditingkatkan dari 15,87 juta kilo liter di 2020, menjadi 15,79 juta kilo liter - 16,30 juta kilo liter di 2021. Adapun untuk volume subsidi minyak tanah dipangkas menjadi hanya 0,48 juta kilo liter - 0,50 juta kilo liter saja di 2021. 

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menanggapi hal itu secara positif. Menurutnya, adalah sebuah kewajaran bahwa volume BBM bersubsidi ditingkatkan di 2021, seiring dengan arah pemulihan ekonomi yang diasumsikan bahwa kondisi perekonomian sudah berangsur membaik tahun depan, dimana tingkat kebutuhan BBM juga pasti akan meningkat dan kemampuan beli masyarakat sudah lebih baik dari saat ini. 

Namun demikian, salah satu hal yang menjadi sorotan adalah, jangan sampai pengurangan nilai subsidi tersebut justru membebani badan usaha penyedia BBM, yaitu Pertamina. Sebab, Pertamina sendiri saat ini memang tengah membutuhkan banyak anggaran untuk melakukan eksplorasi migas baru, guna menunjang target capaian lifting minyak di 2024 sebesar 1 juta BOPD. 

"Terkait dengan penurunan subsidi solar menjadi Rp500 per liter dari sebelumnya Rp1000 per liter dengan kondisi saat ini,  sepertinya bisa saja ke depan akan ada kenaikan harga solar karena pemangkasan subsidi ini. Apalagi ke depan jika harga minyak dunia terus bergerak positif maka sangat besar kemungkinan itu terjadi. Kecuali pemerintah menugaskan kembali Pertamina untuk menahan harga. Di sisi lain, pengurangan ini bisa membantu keuangan negara karena jumlah subsidi berkurang," ujar Mamit kepada Indozone, saat dihubungi pada Selasa (30/6/2020). 

Sementara itu, terkait penambahan kuota LPG bersubsidi kemasan 3 Kg atau gas melon, Mamit memandang hal itu cukup baik dan sangat membantu masyarakat ekonomi bawah untuk tetap bisa bertahan, di tengah sulitnya perekonomian seperti saat ini. 

Meski demikian, penambahan kuota subsidi LPG 3 Kg itu juga tentu akan berimbas pada beban negara yang semakin bertambah. Ia berharap, fungsi pengawasan bisa lebih diefektifkan, agar subsidi yang diberikan oleh negara bisa tepat sasaran dan efektif. 

"Untuk LPG 3 kg, jumlahnya mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan 2020 yaitu sebesar 2.9 juta metrik ton. Kenaikan itu memang membantu masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang belum terlalu tumbuh akibat pandemik ini. Tapi jelas, beban keuangan negara akan meningkat seiring kenaikan jumlah kuota," pungkasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X