Kebijakan PSBB di Pusat dan Daerah Dinilai Tidak Nyambung

- Senin, 27 April 2020 | 14:44 WIB
Ilustrasi Industri tekstil dan produk tekstil lokal ketika beroperasi. (Foto: Biro Humas Kementerian Perdagangan)
Ilustrasi Industri tekstil dan produk tekstil lokal ketika beroperasi. (Foto: Biro Humas Kementerian Perdagangan)

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengeluhkan ketidaksinkronan antara kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terkait operasional produksi, di masa pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di 24 Provinsi saat ini.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum GAPMMI, Adhi S Lukman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR-RI, Senin (27/4/2020).

Menurut Adhi, dari segi kinerja bisnis, GAPMMI tidak menemui kendala yang berarti, hal itu bisa dibuktikan dengan adanya peningkatan kinerja ekspor hingga Maret 2020 kemarin untuk produk makanan olahan. Namun demikian, perbedaan kebijakan PSBB antara pemerintah pusat dan daerah itu, kemudian menjadi batu sandungan bagi industri Mamin untuk meningkatkan kinerjanya.

"Beberapa hal yang jadi masalah, pertama tidak sinkronnya pusat dan daerah. Pusat selalu ingin industri tetap beroperasi dan menjaga ketersediaan, dimana saat ini sangat sulit menjaga ketersediaan pangan. Tapi di tingkat pemda, banyak yang minta industri tutup total. Padahal, Kemenperin sangat mendukung industri mamin tetap beroperasi," ujar Adhi.

Ia juga mengungkap, di beberapa daerah, pekerja industri yang tetap beroperasi wajib melakukan rapid test. Hal itu yang menurutnya tak bisa dilakukan karena sangat mahal dan tak efektif bagi orang sehat. Ia bahkan menyebut, beberapa daerah melarang operasi total seperti di Sumatera.

"Ini akibatnya supply chain terganggu, logistik tak imbang antara pulang dan pergi, sehingga ini menyebabkan gangguan. Ini menyebabkan dampak ekonomi yang luar biasa. 71,4% menyatakan sales turun 20-40%. ini dari survei yang kami lakukan," ungkap Adhi.

-
Ilustrasi Pekerja tengah merakit kendaraan. (Foto: ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho)

Adhi juga mengungkap bahwa 50% anggotanya sudah menyatakan ragu dan tidak yakin menangani upah karyawan dan THR. Kemudian 46% lainnya menyatakan masih bisa tahan dengan batas waktu tertentu.

Sementara itu, diakui Adhi bahwa pasar online saat ini kapasitasnya meningkat 500-600%. Namun demikian jika dibandingkan dengan pasar konvensional, pasar online basisnya masih kecil, hanya 1-2%.

"Global value chain sangat kompleks. Kita harapkan indonesia bisa fokus di food security kita, dan paket insentif bisa diperkuat lagi," pungkasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X