Tak Hanya Angkot, Ojol Juga Diminta Tak Ada di Ibu Kota

- Kamis, 14 November 2019 | 13:31 WIB
Dari kiri ke kanan, Pengamat Kebijakan Publik Andrinof Chaniago, Kepala BPTJ Bambang Prihartono, Akademisi Unika Soegjiparanata Djoko Setijowarno dan Moderator Ki Darmaningtyas. (Dok.Indozone/Nani Suherni)
Dari kiri ke kanan, Pengamat Kebijakan Publik Andrinof Chaniago, Kepala BPTJ Bambang Prihartono, Akademisi Unika Soegjiparanata Djoko Setijowarno dan Moderator Ki Darmaningtyas. (Dok.Indozone/Nani Suherni)


Data dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mencatat pergerakan transportasi di Jakarta dari tahun 2015 ke 2018 terjadi peningkatan terlalu tinggi. Jika di tahun 2015 hanya ada 47,5 juta pergerakan menjadi 88 juta pergerakan di tahun 2018. 

Melihat angka ini, Akademisi Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menilai bahwa peningkatan angka pergerakan tersebut karena adanya angkutan online. Melihat data tersebut, ia menilai Ibu Kota baru di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur juga tak boleh ada angkutan online.

"Itu kalau saya lihat diperkotaan itu karena ada transportasi online. Oleh sebab itu, di Ibu Kota baru tidak hanya angkot yang dilarang, tapi juga ojol (ojek online)," ungkapnya dalam diskusi Pengelolaan Transportasi Megapolitan di RedTop Hotel, Jakarta Pusat, Kamis (14/11).

Sementara itu, Kepala BPTJ Bambang Prihartono menjelaskan penanganan permasalahan transportasi di Jabodetabek yang sudah terlanjur sangat kompleks tentu membutuhkan upaya luar biasa dan biaya yang tidak ringan. Ia juga menyadari butuh perencanaan transportasi di calon Ibu kota baru yang berlokasi di Kalimantan Timur. 

"Ibu kota baru memiliki peluang yang besar untuk membangun sistem transportasi perkotaan yang ideal, kuncinya jangan fokus pada perencanaan fisik, namun harus dengan pendekatan yang mengedepankan aspek manusia," jelas Bambang. (NS)

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X