Komisi I DPR Soroti SKB Pedoman UU ITE, Apa Itu?

- Senin, 28 Juni 2021 | 15:17 WIB
Kompleks Gedung DPR di Jakarta. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Kompleks Gedung DPR di Jakarta. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengapresiasi langkah pemerintah yang akhirnya menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tentang Pedoman Kriteria Implementasi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hanya saja, Sukamta menyoroti dua hal pasca terbitnya SKB tersebut, di mana kedua hal itu mengenai substansi hukum dan penegak hukum.

"Kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk membenahi penegakan hukum dari UU ITE, hingga terbitnya SKB. Tapi, ada 2 hal yang kami soroti dengan terbitnya SKB, yaitu soal substansi hukum dan penegakan hukum," kata Sukamta kepada Indozone, Senin (28/6/2021).

Diketahui SKB tersebut ditandatangani oleh Menteri Kominfo Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Adapun yang pertama, dari segi substansi, bagaimana nasib revisi UU ITE. Sementara hulu persoalan ada di level undang-undang. Dengan adanya SKB ini jangan dijadikan alasan bagi pemerintah untuk tidak merevisi UU ITE dan dia juga mempertanyakan kedudukan SKB tersebut dalam hukum positif.  

"Memang pemerintah punya diskresi, tapi apakah berlaku untuk kasus yang sudah ada aturan perundang-undangannya? Tidak ada bridging dari UU ITE dengan pembuatan SKB UU ITE ini, karena UU ITE tidak mengamanatkannya," papar Sukamta.

Oleh karena itu, Sukamta menegaskan revisi UU ITE tetap wajib dilakukan, baik dengan memperjelas delik yang ada dengan menambah pasal di UU ITE maupun mengharmoniskannya dengan ketentuan delik dalam Rancangan revisi KUHP.

"Supaya tidak ada lagi penafsiran yang berbeda-beda untuk diterapkan kepada obyek hukum yang berbeda atau yang sering disebut pasal karet," ucapnya.

Baca Juga: Usai Kritik Jokowi The King of Lip Service, Akun Medsos Anggota BEM UI Diretas

Kedua, lanjut Sukamta, juga menyoroti aspek penegakan hukumnya, seperti akumulasi (gabungan) pidana yang dilakukan pada kasus tertentu di lapangan.

Soal gabungan pidana ini terdapat 3 pandangan, yaitu Concursus idealis (gabungan satu perbuatan), Voortgezette handelling (perbuatan berkelanjutan) dan Concursus realis (gabungan beberapa perbuatan).

Soal Concursus idealis, KUHP pasal 63 mengatur bahwa sanksi yang diberikan kepada seseorang adalah yang paling memenuhi prinsip lex specialis.

"Prinsip hukumnya, satu tindak pidana hanya dapat dihukum dengan satu sanksi, tidak bisa akumulatif. Jika terdapat beberapa peraturan yang mengatur sanksi untuk satu tindak pidana, maka yang berlaku adalah peraturan yang paling khusus atau spesialis. Akumulasi pidana hanya berlaku dalam tindak kejahatan berlanjut (satu perbuatan diikuti/ mengakibatkan perbuatan lainnya) dan gabungan perbuatan kejahatan (berlapis)," jelas dia.

Di sisi lain, Sukamta juga memperhatikan dalam hal ini batasan dan itikad penegak hukum dalam menentukan suatu perbuatan merupakan akibat ikutan (lanjutan) dari suatu perbuatan lainnya. Penegak hukum harus bisa membuktikan hal tersebut dengan cermat, tidak bisa gegabah.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X