Malam Terakhir di Kediaman Arswendo Atmoliwoto

- Sabtu, 20 Juli 2019 | 13:07 WIB
ANTARA/Genta Tenri Mawangi
ANTARA/Genta Tenri Mawangi

Bagi sebagian orang, kematian adalah kesedihan dan tanda kehilangan orang terkasih. Namun untuk seorang sastrawan dan wartawan senior Arswendo Atmoliwoto, kematian justru menjadi jawaban atas penantian panjang.

Paulus Arswendo Atmoliwoto atau Sarwendo dikabarkan meninggal dunia pada usia 70 tahun di kediamannya, Jalan Damai, Kompleks Kompas, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (19/7) sore. Ia berpulang dengan damai setelah berjuang melawan kanker prostat yang membuatnya sempat dirawat beberapa kali di rumah sakit.

-
ANTARA News/ Nanien Yuniar

Arswendo lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 26 November 1948. Semasa hidup, ia telah menulis banyak novel, puluhan artikel, dan cerita rohani. "Ada yang mengatakan saya ini gila menulis. Ini mendekati benar, karena kalau tidak menulis, saya pastilah gila, dan karena gila makanya saya menulis," begitulah Arswendo pernah berkata.

Tanpa Tanda-tanda

Anak ketiganya, Tiara, mengatakan kepergian sang ayah tak didahului banyak tanda, dia menghembuskan napas terakhir begitu saja. "Meninggalnya tenang, baik, senyum, dan sekarang sudah tidak sakit lagi," kata Tiara.

Tenang. Ya, ungkapan itu bukan hanya soal kepergian Arswendo, tapi juga mewakili suasana rumah duka pada malam kepulangannya. Tak ada suara meraung-raung, para pelayat yang datang menyimpan isak tangisnya masing-masing untuk dirinya sendiri.

Mungkin bagi mereka, kepergian Arswendo adalah hadiah terbaik untuk segala perjuangannya selama ini. Pihak keluarga menyaksikan detik-detik kepergian Arswendo Atmowiloto dan kondisi kesehatan Arswendo sudah menurun beberapa hari terakhir.

-
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Kerelaan itu terlihat pula di mata istri tercinta Arswendo, Agnes Sri Hartini. Pada malam kepergian suaminya, Agnes sibuk memastikan berbagai urusan persemayaman dan peribadatan berjalan sempurna. Ia bahkan memilihkan peti jenazah untuk Arswendo sembari menerima kedatangan pelayat yang tak henti datang ke rumah duka dari Jumat malam hingga Sabtu dini hari.

“Saya mau yang atas,” kata Agnes ke petugas yang meminta dirinya memilih satu dari dua peti jenazah untuk Arswendo. Lukisan “The Last Supper” atau Perjamuan Terakhir terpahat di sisi kanan dan kiri pada peti jenazah pilihan Agnes. Sementara, di atas peti berwarna coklat kayu itu terpasang salib berukuran sedang berwarna keemasan.

Setelah peti jenazah ditempatkan di ruang tengah rumah, jenazah Arswendo yang telah dimandikan dan dipakaikan baju terbaik dibaringkan di dalamnya. Peribadatan pun dimulai pada tengah malam. Nyanyian-nyanyian doa dilantunkan untuk melepas kepergian wartawan senior dan penulis serial televisi “Keluarga Cemara” itu. 

Tak lama, para pelayat pun mengantri menyalami Agnes beserta tiga anak dan enam cucu Arswendo. Sementara itu dari luar, karangan bunga tak berhenti datang memenuhi jalanan depan rumah Arswendo. Dari banyaknya ucapan duka yang datang, salah satunya berasal dari Presiden Joko Widodo beserta keluarga. Ada juga karangan bunga dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Pendiri Kompas Jakob Oetama, dan dari tempat suaminya mengajar, London School of Public Relations (LSPR).

In Memoriam Arswendo

-
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Bagi sebagian pelayat, khususnya para sineas, komedian, dan para pekerja seni yang datang ke rumah duka malam itu, momen bersama Arswendo membekas di ingatan. Dia dikenal sebagai sosok penuh humor dan selalu mendatangkan kebahagiaan bagi orang-orang di sekitar.

“Siapa yang nggak kenal dengan Wendo yang mulutnya ceplas-ceplos itu? Tapi, di balik mulutnya itu, tergambar suatu kedekatan emosional di antara kita,” kata Slamet Rahardjo, aktor senior, di rumah duka.

Slamet mengatakan ia jadi salah satu saksi bahwa Arswendo orang baik. “Semua wartawan muda atau yang baru, pasti tahu betul. Arswendo itu tak bisa dipisahkan dari jasanya. Kepada keluarga, ia meninggalkan Keluarga Cemara, kepada wartawan, dia menunjukkan jurnalis adalah orang yang bebas,” ujar Slamet dengan suara bergetar.

Usai melihat jasad Arswendo, Slamet berucap lirih sembari menyeka air matanya: “I love you, Wendo”.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X