Menristek Sebut Kapasitas Produksi Alat Tes Cepat Virus Corona Lokal Masih Terbatas

- Sabtu, 11 Juli 2020 | 10:22 WIB
Sejumlah pengunjung antre dengan menerapkan jaga jarak (Physical Distancing) saat akan menjalani pemeriksaan COVID-19 di salah satu pusat perbelanjaan di Semarang, (Ilustrasi/ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Sejumlah pengunjung antre dengan menerapkan jaga jarak (Physical Distancing) saat akan menjalani pemeriksaan COVID-19 di salah satu pusat perbelanjaan di Semarang, (Ilustrasi/ANTARA FOTO/Aji Styawan)

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan bahwa kapasitas industri lokal masih terbatas dalam hal memprediksi alat tes diagnostik cepat pendeteksi penularan corona, hasil riset dan inovasi dalam negeri.

"Rapid test (alat tes diagnostik cepat) sudah dikembangkan tapi memang kapasitas industri masih terbatas dan tidak mudah juga mencari mitra industri yang mau mengembangkan rapid test skala besar karena mereka harus melakukan investasi baru, dan ini adalah suatu tahapan produksi yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan," ungkap Bambang di Jakarta pada Jumat (10/7/2020).

Dia mengatakan, permintaan alat tes cepat pendeteksi corona sangat besar, namun masih ada industri dalam negeri yang belum siap memproduksinya dalam skala besar.

-
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menunjukkan alat tes cepat (rapid test) COVID-19 buatan dalam negeri di Kantor Kemenko PMK. (ANTARA FOTO/Arnold)

"Industri yang ada masih maju mundur karena masih belum bisa menakar risiko kalau mereka benar-benar masuk ke (produksi alat) rapid test yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan," tambahnya.

Menurutnya, Kementerian Riset dan Teknologi, berupaya menjalin komunikasi dengan industri, untuk memastikan hilirisasi produk inovasi atau hasil riset karya anak bangsa berjalan mulus.

"Paling tidak kalau memang bidangnya baru kita ingin dari awal apakah BUMN atau Kementerian Perindustrian bisa membantu kita mencarikan siapa kira-kira mitra yang mampu untuk bekerja sama dengan peneliti," tambahnya.

Menurut dia, riset tahap I Konsorsium Riset dan Inovasi masih menghadapi tantangan hilirisasi, karena banyak mitra industri dalam negeri belum berpengalaman dalam bidang usaha alat kesehatan.

Dia menambahkan, selama ini pemenuhan kebutuhan alat kesehatan di Indonesia masih bergantung pada impor dengan proporsi alat kesehatan masih 90% lebih.

"Kita tahu Indonesia sangat bergantung pada impor alkes (alat kesehatan) 90% lebih sehingga wajar sekali kalau ada industri alkes pun itu skala kecil, kalau mencari skala besar belum ada," lanjutnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X