Fatalitas Kecelakaan Indonesia Tinggi, Butuh Penegakan Aturan dengan Efek Jera

- Rabu, 30 September 2020 | 11:05 WIB
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (8/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)
Kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (8/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Indeks kecelakaan lalu lintas (lalin) Indonesia semakin tinggi. Hal ini terlihat dari naiknya fatalitas kecelakaan lalin sebesar 33% menjadi 12,4 pada 2018, dibandingkan 2009 yang hanya 8,6. Itu artinya, pada 2018, dari 100 ribu penduduk, ada 12 orang meninggal akibat kecelakaan. 

Koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) Edo Rusyanto mengatakan pada 2009, dari 100 ribu penduduk, sembilan orang meninggal akibat kecelakaan. Indeks ini merujuk data Korlantas Mabes Polri dan Badan Pusat Statistik (BPS).

"Namun, dari sisi kasus, terjadi penurunan 22,2% menjadi 7,4 dari  sebelumnya 9,3. Artinya, dari 10 ribu kendaraan ada sembilan kecelakaan pada 2019, sedangkan 2018 hanya tujuh kendaraan," ujarnya dalam diskusi virtual 75 Tahun RI, Sudahkan Kita Merdeka di Jalan Raya, Selasa (29/9/2020).

Edo menilai, dari data itu bisa disimpulkan, fatalitas meningkat setelah UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) berlaku. Ini menjadi perhatian semua pihak, termasuk industri otomotif selaku pemasok kendaraan. Sebab, di dunia, kecelakaan lalu lintas lebih mematikan dibandingkan kejadian lain.

Kecelakaan lalu lintas juga menyebabkan kemiskinan. Berdasarkan penelitian Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Polri, 62,5% keluarga korban meninggal dunia jatuh miskin, sedangkan 13% keluarga korban luka berat miskin, 7% dapat pulih, dan 67% tingkat kesejahteraannya turun.

Untuk itu, penegakan aturan harus dilengkapi infrastruktur agar masyarakat mau patuh. Contohnya, dahulu, banyak kendaraan naik trotoar lantaran sisinya miring. Namun, hal ini sudah tidak terjadi begitu sisi trotoar dibuat tegak.

"Dari pengamatan kami, untuk membangun budaya disiplin harus dipaksa juga dengan menutup celah pelanggar. Contoh, jika ada celah melawan arus, ada pelanggar yang masuk," ujarnya.

Kasubdit Kamsel Ditlantas Polda Metro Jaya Herman Ruswandi menegaskan, pada 2019, kasus kecelakaan mencapai 8.877, dengan meninggal dunia 559 orang dan luka2 8.318. Jumlah itu naik tajam dari 2019, yakni 5.903 kasus, korban meninggal 567 orang, dan luka-luka 5.336 orang. Faktor penyebabnya adalah manusia, kendaraan, jalan, dan lingkungan.

Pemerintah, kata dia, menunjuk lima instansi untuk bersinergi menciptakan keselamatan di jalan raya, yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ristek, dan Polri. Selain itu, diperlukan pula partisipasi masyarakat.

"Sesuai Pasal 257 UU LLAJ, partisipasi masyarakat dapat dilakukan perseorangan, kelompok, organisasi profesi, badan usaha, dan organisasi kemasyarakatan," kata dia.

Menurutnya upaya mencegah kecelakaan ada tiga, yakni pendidikan, edukasi, dan penegakan hukum. Di bidang pendidikan, Polri telah meneken nota kesepahaman dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang mewujudkan pendidikan berlalu lintas dalam pendidikan nasional. 


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X