KNKT: Tragedi Ethiopian Airlines Mirip dengan Lion Air JT 610

- Jumat, 25 Oktober 2019 | 20:39 WIB
Konferensi pers terkait penyebab jatuhnya Lion Air JT 610 (Indozone/Sigit Nugroho).
Konferensi pers terkait penyebab jatuhnya Lion Air JT 610 (Indozone/Sigit Nugroho).

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menilai kecelakaan pesawat Boeing 737-8 (MAX) milik Ethiopian Airlines di Ethiopia, sama dengan tragedi Boeing 737-8 (MAX) JT 610 milik Lion Air.

Permasalahan yang mengakibatkan kecelakaan itu adalah sama-sama terkait masalah alat kendali di pesawat. 

"Pada tanggal 10 Maret 2019, kecelakaan di Ethiopia melibatkan pesawat Boeing 737-8 (MAX), juga akibat kerusakan Angle of Attack (AOA) sensor," ujar Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, di Jakarta, Jumat (25/10). 

Merujuk kejadian Lion Air JT 610, Soerjanto mengungkap hasil investigasi terjadi deviasi sebesar 21 derajat pada sensor kiri AOA. Deviasi ini kemudian mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan di cockpit. 

Juga menyebabkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan menjadi aktif. 

KNKT kemudian mengeluarkan rekomendasi, antara lain kepada Lion Air, Batam Aero Technic, Airnav Indonesia, Boeing Company, Xtra Aerospace, Indonesia DGCA, and Federal Aviation Administration (FAA).

KNKT pun menyimpulkan faktor-faktor yang berkontribusi dan saling berkaitan, sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat sebagai berikut:

  1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata tidak tepat.
  2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
  3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.
  4. Pilot mengalami kesulitan melakukan respon yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.
  5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor.
  6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
  7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.
  8. Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.
  9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan Air Traffic Controller (ATC) tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidak-efektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan. (SN)

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X