Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) dalam Kabinet Kerja Jilid II pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, selama lima tahun ke depan.
Peneliti Andi Zulkarnain menilai penunjukan Prabowo Subianto sebagai Menhan, mendatangkan lebih besar kebaikan (maslahat/keselamatan) ketimbang kerugiannya (mudarat).
"Potensi mudarat itu tetap ada, tapi maslahat dari Prabowo masuk kabinet saat ini jauh lebih besar," kata Zulkarnain melalui keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (24/10).
Menurut Zulkarnain, fakta sosial politik saat ini tentang perpecahan di antara anak bangsa, saling curiga, nyinyir, dan lain-lain adalah tugas yang harus diselesaikan Presiden Joko Widodo terlebih dahulu di tahap awal pasca pelantikan. Dosen ilmu politik di Universitas Kristen Indonesia itu menganggap wewenang Menteri Pertahanan juga terbatas dengan adanya sistem Presidensiil.
"Dalam sistem Presidensiil, Jokowi punya wewenang yang cukup besar, termasuk untuk menertibkan pihak yang tidak sesuai komitmen," ujar Zulkarnain.
Atas dasar itu, ketika pengumuman kabinet Rabu (23/10) lalu, Jokowi mengingatkan para menteri agar bekerja dengan serius demi menjamin tercapainya program pembangunan.
"Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, pasti saya copot," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Selain itu, ada juga Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang dapat mengontrol kinerja menteri di bawahnya, -termasuk Menhan- dengan hak veto-nya.
Namun, Zulkarnain mengingatkan Jokowi agar tetap menjaga soliditas tim pendukung dan relawan yang berkeringat sejak lama untuk memenangkannya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres).
"Tim lama perlu dirawat agar tidak terpecah dan mengganggu kerja-kerja Jokowi untuk mengeksekusi tumpukan janji politiknya kepada 265 juta rakyat Indonesia," ujar Zulkarnain.
Jika tidak terkelola dengan baik, Zulkarnain mengatakan Prabowo bisa menjadi kuda troya dalam rumah politik Jokowi.
"Dia bisa saja menjadi penyebab berkobarnya api kecemburuan dalam tim inti yang berdampak pada ambruknya bangunan koalisi yang tertata sejak 2014 silam," kata dia.
Zulkarnain mengatakan, Gerindra adalah partai oposisi yang berkompetisi dengan partai pengusung Jokowi dari 2014. Sampai sekarang, Gerindra belum pernah mencicipi kekuasaan.
"Sebagaimana manusia, ada batas orang untuk bisa berpuasa, menahan diri dari makan dan minum. Setelah sekian jam menahan, maka kita harus berbuka untuk bisa tetap hidup. Demikian pula dalam politik," kata Zulkarnain.