Kantor Staf Presiden (KSP) mengkritik pernyataan penyidik KPK Novel Baswedan yang mengatakan korupsi bansos mencapai Rp100 triliun. Menurut KSP, tudingan tersebut cenderung spekulatif dan mengundang kontroversi.
"Kalau memang ada dugaan korupsi, silakan diusut sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Dalam upaya penegakan hukum, pernyataan seperti itu sama sekali tidak produktif," ujar Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pemulihan Ekonomi Nasional (Monev PEN) KSP, Edy Priyono, Jumat (21/5/2021).
Edy mempertanyakan asal Novel menyebut angka Rp100 triliun, apakah merupakan dugaan korupsi atau nilai proyek bansos.
Menurut Edy, kalau yang dimaksud adalah nilai dugaan korupsi, maka sulit diterima akal sehat, begitu juga jika yang dimaksud adalah nilai proyek atau program bansos.
Edy membeberkan dari total anggaran PEN 2020 yang besarnya Rp695,2 triliun, alokasi untuk klaster Perlindungan Sosial adalah Rp234,3 triliun. Sementara bansos yang berasal dari klaster Perlindungan Sosial bahkan tidak bernilai Rp100 triliun.
"Jadi proyek apa yang dimaksud?" cecar Edy.
Edy menambahkan bahwa seharusnya Novel yang merupakan bagian dari institusi pemberantasan korupsi, menghindari pernyataan spekulatif dan kontroversi seperti itu.
Terlebih, menurutnya, masih ada dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani penegak hukum, termasuk pungutan liar (pungli) bansos.
Edy memastikan Presiden Jokowi berupaya menutup celah korupsi, salah satunya adalah meminimalkan pemberian bansos dalam bentuk barang.
Pemerintah mendorong pemberian bantuan non-tunai, transfer langsung ke rekening, atau melalui kantor pos langsung kepada penerima.
Edy juga mengklaim bahwa pemerintah memonitor secara ketat penyaluran bansos. Berdasarkan hasil monitoring selama ini, penyaluran bansos berjalan lancar, meskipun memang butuh perbaikan.
