Cerita Suka Duka Mahasiswa Indonesia di Amerika di Tengah Wabah Corona

- Rabu, 8 April 2020 | 15:23 WIB
Mahasiswi Indonesia di Amerika Serikat, Sahriani. (Instagram/@sahrianiali)
Mahasiswi Indonesia di Amerika Serikat, Sahriani. (Instagram/@sahrianiali)

Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan jumlah kasus positif virus corona tertinggi di dunia. Per Selasa (7/4/2020), total kasus terinfeksi virus corona di Amerika mencapai 368.449 kasus, sementara yang meninggal dunia 10.993 orang.

Sahriani, mahasiswi Indonesia yang tengah menempuh pendidikan S2 di American University mengaku tidak menyangka wabah virus corona mengubah banyak hal dalam kehidupannya. Satu bulan sebelumnya, ia masih bisa beraktivitas ke luar rumah, menjalani perkuliahan tatap muka di kampus dan melakukan segala aktivitas lainnya di luar rumah. Namun kini, ia harus tetap berada di rumah agar tidak terpapar virus mematikan ini.

Ruas jalan di tempat tinggalnya kini sangat sepi. Jarang sekali ada orang keluar rumah. Hanya terlihat sejumlah mobil yang diparkir di depan rumah dan di pinggir jalan dalam kompleks perumahan. Sementara di ruas jalan raya, hanya terlihat beberapa mobil saja yang masih hilir mudik beraktivitas.

-
Suasana sepi kompleks perumahan di Maryland, Amerika Serikat (Dok. Sahriani)

Yani, sapaan akrabnya, kini tinggal di negara bagian Maryland. Di negara bagian tersebut, angka positif virus corona per Selasa (7/4/2020) tercatat 4.371 kasus dan meninggal dunia sebanyak 103 orang.

Angka ini tentu membuatnya khawatir. Ia sempat terpikir untuk kembali ke Indonesia, namun melihat fakta Jakarta kini masuk zona merah, ia mengurungkan niatnya. Terlebih perjalanannya menuju kampung halaman di Tidore, Maluku Utara, harus ditempuh dengan beberapa kali penerbangan membuatnya khawatir terpapar virus tersebut saat di perjalanan.

"Sempat terpikir pulang (ke Indonesia), pengen banget pulang, cuma suami tidak mengizinkan. Nanti di jalan gimana, takut terpapar. Di sini aja dulu," tutur Yani kepada Indozone, Rabu (8/4/2020).

Untuk mengobati rasa rindunya kepada keluarga di Indonesia, ia memilih untuk video call. Sementara untuk mengobati rasa bosan selama menjalani aktivitas di rumah, ia kerap berbagi cerita dengan sesama mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di Amerika.

"Saling berkabar entah di grup, telepon, video call, dan sering zoom juga biar enggak bosan dan stres sendiri. Biar tahu apa yang di luar rasakan tuh sama dengan yang kita rasakan. Kita enggak sendiri," katanya.

Mahasiswi jurusan Health Promotion Management itu menceritakan suka dan duka menjalani hidup di Amerika di tengah wabah virus corona. Ia mengaku pernah mendapati stok beras dan mie instan kosong di supermarket. Tak ingin kehabisan bahan pangan, ia pun memilih stok kebutuhan pangan untuk satu bulan kedepan.

"Belanja kebutuhan sejauh ini aman, pernah sekali dapat beras kosong, Indomie kosong, tapi alhamdulillah sudah stok, bisa stok untuk satu sampai satu setengah bulan kedepan," ujar wanita penerima beasiswa LPDP tersebut.

Namun diakui Yani, untuk bisa berbelanja kebutuhan pokok ia mengalami kendala dalam hal transportasi. Sejak kasus wabah virus corona merebak, pemerintah setempat membatasi transportasi umum seperti kereta dan bus. Sehingga untuk berbelanja ke supermarket ia harus menggunakan sepeda atau berjalan kaki dengan waktu tempuh setengah jam perjalanan.

"Kalau naik Uber di sini mahal, jadi jalan kaki atau naik sepeda. Atau nunggu ibu kos keluar, kita bisa ikut nebeng," katanya.

Untuk menghindari penularan virus corona, Yani memilih untuk taat pada anjuran World Health Organization (WHO) yaitu mengenakan masker saat berpergian ke luar rumah. Ia juga kini menggunakan sarung tangan saat harus berbelanja ke supermarket.

-
Supermarket menyediakan tisu antiseptik bagi pelanggan yang ingin berbelanja (Dok. Sahriani)

"Jadi enggak pernah menyentuh barang di supermarket secara langsung, pakai sarung tangan. Di supermarket juga disiapkan tisu antiseptik dan hand sanitizer," katanya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X