Alasan Kudeta, Australia Tangguhkan Kerja Sama Pertahanan dengan Myanmar

- Senin, 8 Maret 2021 | 20:33 WIB
Orang-orang berkumpul untuk berduka atas mereka yang meninggal di Myanmar selama protes anti-kudeta, di depan gedung PBB di Bangkok, Thailand 4 Maret 2021. (photo/REUTERS/Athit Perawongmetha)
Orang-orang berkumpul untuk berduka atas mereka yang meninggal di Myanmar selama protes anti-kudeta, di depan gedung PBB di Bangkok, Thailand 4 Maret 2021. (photo/REUTERS/Athit Perawongmetha)

Di tengah tindakan keras yang intensif oleh militer Myanmar terhadap aksi protes besar-besaran akibat kudeta bulan lalu, Australia telah menangguhkan program kerja sama pertahanan dengan negara tersebut.

Hal tersebut dikatakan langsung oleh Menteri Luar Negeri Marise Payne.

Australia juga akan mengarahkan langsung bantuan kemanusiaan segera kepada komunitas Rohingya dan etnis minoritas lainnya, kata Payne dalam sebuah pernyataan pada Minggu (7/3) malam waktu setempat.

"Kami akan memprioritaskan bantuan kemanusiaan dan yang paling mendesak dan berusaha memastikan keterlibatan bantuan kemanusiaan kami dengan dan melalui organisasi non-pemerintah, bukan dengan pemerintah atau entitas terkait pemerintah," kata Payne dikutip dari REUTERS.

Baca juga: Menteri PPPA Sebut Kekerasan Online Terhadap Perempuan Terus Melonjak selama pandemi

Hubungan kerja sama pertahanan bilateral Australia dengan militer Myanmar dibatasi pada area non-pertempuran seperti pelatihan bahasa Inggris.

Canberra juga akan terus menuntut pembebasan segera Sean Turnell, yakni seorang ekonom dan penasihat pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, kata pihak berwenang.

Turnell telah ditahan dengan pemberian akses konsuler terbatas sejak peristiwa kudeta militer pada 1 Februari yang menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar.

Ratusan orang berkumpul di kota terbesar di Australia, Sydney, selama akhir pekan untuk mendesak pemerintah Australia mengambil sikap tegas terhadap kudeta militer Myanmar tersebut.

Negara Asia Tenggara itu telah jatuh dalam kekacauan setelah tentara mengambil alih kendali pemerintahan Myanmar dan menahan para pemimpin terpilih, yang disusul dengan aksi protes harian yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menewaskan lebih dari 50 orang.

"Kami terus mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menahan diri dan menarik diri dari kekerasan terhadap warga sipil," kata Payne.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X