Rupiah Keok di Kawasan Asia dan Eropa, Ini Penyebabnya

- Jumat, 12 Juni 2020 | 10:40 WIB
Ilustrasi karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Ilustrasi karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi akan terus melemah di sepanjang perdagangan akhir pekan ini. Kecemasan pelaku pasar akan potensi gelombang kedua virus corona di Indonesia, menjadi faktor penekan utama mata uang Garuda tersebut. 

Sebagaimana diketahui, hingga 11 Juni 2020, total jumlah positif corona di tanah air sudah mencapai 35.295 orang. Laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada Kamis (11/6/2020) sore, menunjukkan ada tambahan 979 kasus baru yang terkonfirmasi positif corona, dalam 24 jam terakhir.

Meski kasus baru tersebut lebih rendah dibandingkan angka penambahan pasien pada Rabu (10/6/2020) kemarin, yang mencapai level tertinggi, namun jumlah 979 kasus baru merupakan angka yang signifikan dan termasuk level tertinggi keempat, dalam kurun waktu sejak awal Maret lalu.

Mengutip data RTI Business, Jumat (12/6/2020) pukul 10.17 WIB, rupiah mengalami penurunan 62 poin atau setara 0,44 persen. Sebagaimana diketahui, pada penutupan perdagangan terakhir pasar uang pada Kamis (11/6/2020), rupiah ditutup di level Rp13.950 per dolar AS.

Ekonom Pefindo, Fikri C Permana, mengatakan, kurs rupiah pada hari ini memang diperkirakan akan kembali melemah. 

"Pandemi virus corona dalam tiga hari terakhir cukup tinggi di Indonesia. Ini menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar," kata Fikri di Jakarta, Jumat (12/6/2020). 

-
Ilustrasi.(freepik)

Selain itu, kata Fikri, pelaku pasar juga mencemaskan pemulihan ekonomi di AS. Sikap Bank Sentral AS The Fed yang memutuskan mempertahankan suku bunga acuan, menjadi sinyal bagi pelaku pasar bahwa perjungan memulihkan ekonomi AS akibat pandemi Covid-19 tidak semulus apa yang dibayangkan.

"Ini membuat aliran modal asing yang seharusnya masuk ke pasar emerging market akan agak tertahan. Sebagian akan tetap memilih bertahan di AS," ujar Fikri.

"Pergerakan kurs rupiah pada hari ini bakal di kisaran Rp14.150 - Rp14.350 per dolar AS," sambungnya. 

Mengenai proyeksi Moody's yang disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Fikri menilai ini tidak akan terlalu menjadi perhatian pelaku pasar yang bisa mempengaruhi kurs rupiah. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q2 2020 diprediksi -3,9 persen, hal ini sebetulnya masih sulit untuk diyakini. 

Menurutnya, pada era pandemi seperti sekarang yang penuh ketidak pastian, bahkan proyeksi dari otoritas seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan sangat mungkin meleset.

"Jadi pelaku pasar lebih menanti data riil seperti besaran inflasi, cadangan devisa, sampai produk domestik bruto (PDB)," pungkasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X