Bentrokan antara ribuan demonstran dengan polisi di New Delhi, India semakin memanas pada Selasa (17/12) waktu setempat. Aksi ini sebagai bentuk penentangan terhadap undang-undang yang baru.
Undang-undang baru tersebut berpotensi menghalangi umat Islam dari negara tetangga untuk memperoleh kewarganegaraan India. Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan, undang-undang tersebut dapat menyelamatkan minoritas agama seperti Hindu dan Kristen dari penganiayaan di negara tetangga Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan dengan menawarkan mereka memiliki kewarganegaraan India.
Namun, undang-undang baru tersebut tidak berlaku untuk umat Muslim. Para kritikus menilai ini dapat melemahkan pondasi sekuler India.
Karena aksi demonstrasi yang semakin memanas, polisi sampai menembakkan gas air mata di New Seelampur, agar para pengunjuk rasa yang berkumpul ke barikade dan melempar batu bubar. Insiden ini bahkan membuat dua orang polisi terluka.
"Itu sebagai protes damai terhadap RUU kewarganegaraan. Tetapi tidak bisa dikendalikan," kata seorang warga, Azib Aman.
Insiden ini juga membuat mobil-mobil rusak dan jalan dipenuhi dengan batu. Tak hanya itu, ada sejumlah kebakaran kecil di jalan hingga asap membubung ke udara.
Sikap pemerintah India yang dipimpin oleh partai nasionalis Hindu ini, menimbulkan pertanyaan oleh umat Muslim yang populasinya sebesar 14 persen di India.
UU Kewarganegaraan ini dibuat setelah pencabutan status khusus wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim. Ini juga merupakan putusan pengadilan yang membuka jalan bagi pembangunan kuil Hindu di lokasi masjid yang dihancurkan oleh para pengikut Hindu fanatik.
Puncak kemarahan para demonstran yang sudah terjadi sejak seminggu terakhir dipicu oleh, tuduhan kebrutalan polisi di Universitas Jamia Millia Islamia pada Minggu (15/12). Saat itu sejumlah petugas masuk ke dalam kampus dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi protes. Insiden ini bahkan mengakibatkan 100 orang terluka.
Perdana Menteri Narendra Modi menuturkan, lawan politiknya telah berusaha mempengaruhi siswa dan lainnya untuk melakukan demonstrasi.
"Ini politik gerilya, mereka harus berhenti melakukan ini," kata Modi.