Waspada! WHO Sebut Jam Kerja Panjang Adalah Pembunuh

- Senin, 17 Mei 2021 | 10:22 WIB
Ilustrasi pria bekerja dengan jam kerja terlalu berlebihan. (Coal Miki/Flikr via redpepper)
Ilustrasi pria bekerja dengan jam kerja terlalu berlebihan. (Coal Miki/Flikr via redpepper)

Bekerja dengan jam kerja yang panjang telah membunuh ratusan ribu orang setiap tahun dalam tren yang memburuk yang bisa semakin meningkat karena pandemi COVID-19. Hal tesebut diungkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada Senin (17/05).

Dalam studi global pertama mengenai hilangnya nyawa terkait dengan jam kerja yang lebih panjang, yang tertuang dalam makalah di jurnal Environment International menunjukkan bahwa 745.000 orang meninggal karena stroke dan penyakit jantung terkait dengan jam kerja yang panjang pada 2016.

Angka tersebut meningkat hampir 30% dari tahun 2000.

"Bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius," kata Maria Neira, direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO.

"Yang ingin kami lakukan dengan informasi ini adalah mempromosikan lebih banyak tindakan, lebih banyak perlindungan terhadap pekerja," katanya.

Adapun studi bersama yang dihasilkan oleh WHO dan Organisasi Perburuhan Internasional, menunjukkan bahwa sebagian besar korban adalah laki-laki (72%)  dan berusia paruh baya atau lebih. Seringkali, kematian terjadi jauh di kemudian hari, kadang-kadang beberapa dekade kemudian, daripada saat masih bekerja.

Itu juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat - wilayah yang ditentukan WHO yang mencakup China, Jepang dan Australia - adalah yang paling terpengaruh.

Secara keseluruhan, penelitian itu mengambil data dari 194 negara. Penelitian itu menungkapkan bahwa bekerja 55 jam atau lebih dalam seminggu dikaitkan dengan risiko stroke 35% lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17% lebih tinggi dibandingkan dengan 35-40 jam kerja per pekan.

Studi itu mencakup periode 2000-2016, dan tidak termasuk pandemi COVID-19, tetapi pejabat WHO mengatakan lonjakan pekerja jarak jauh dan perlambatan ekonomi global akibat darurat virus corona mungkin telah meningkatkan risiko.

"Pandemi mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja," kata WHO, memperkirakan bahwa setidaknya 9% orang bekerja dengan jam kerja yang panjang.

Staf WHO, termasuk ketuanya Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa mereka telah bekerja berjam-jam selama pandemi dan Neira mengatakan badan PBB akan berusaha memperbaiki kebijakannya sehubungan dengan penelitian tersebut.

Jam kerja yang dibatasi akan bermanfaat bagi pengusaha karena telah terbukti meningkatkan produktivitas pekerja, ujar petugas teknis WHO Frank Pega.

"Ini benar-benar pilihan cerdas untuk tidak menambah jam kerja panjang dalam krisis ekonomi." ujarnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X