KPK Temukan Potensi Korupsi di Kontrak Pengelola Air, Anies Diminta Batalkan Kerjasama

- Jumat, 23 April 2021 | 12:53 WIB
Ilustrasi menolak suap. (Freepik)
Ilustrasi menolak suap. (Freepik)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui fungsi Koordinasi dan Supervisi (Korsup), memantau rencana perpanjangan kontrak Perjanjian Kerja Sama (PKS) pengelolaan air minum di wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta untuk mencegah potensi korupsi.

Hal tersebut disampaikan Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminudin usai KPK rapat koordinasi pembahasan rencana perpanjangan PKS antara PAM Jaya dengan salah satu mitra swastanya itu.

“Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan,” ucap Aminudin, Jumat (23/4/2021).

Lebih lanjut, Aminudin berharap tidak ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mengambil keuntungan dari momen perpanjangan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dan PT Aetra tersebut.

Diketahui sejak 1 Februari 1998, sesuai Perjanjian Kerja Sama antara PAM Jaya dengan 2 (dua) mitra swasta selama 25 tahun, bahwa pelayanan operasional air minum di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan secara penuh oleh dua mitra swasta tersebut.

"PAM Jaya hanya berfungsi sebagai pengawas. Sementara, berdasarkan masukan Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta, KPK menemukan adanya potensi kecurangan atau fraud yang dapat mengakibatkan timbulnya kerugian pada PAM Jaya," terangnya.

Ia menjelaskan, beberapa potensi kecurangan tersebut adalah ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak berubah lebih dari 50 persen. Selain itu, rencana perpanjangan durasi kontrak untuk 25 tahun ke depan, sementara kontrak saat ini baru akan berakhir pada 2023.

KPK juga mendapatkan data bahwa mitra swasta terkait relatif tak berkinerja baik di sisi hilir, yaitu terjadinya tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah.

"Metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya karena berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen," ungkap Aminudin.

Oleh karenanya, Penanggung Jawab Wilayah DKI Jakarta pada Direktorat Korsup Wilayah II KPK Hendra Teja merekomendasikan supaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membatalkan rencana perpanjangan PKS antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta.

“Jadi, kami sarankan Pemprov DKI Jakarta menunggu PKS ini selesai pada Februari 2023, kemudian menyerahkan pengelolaannya kepada PAM Jaya. Lalu, Pemprov DKI Jakarta mencabut SK Gubernur Nomor 25 Tahun 2003 yang membatasi tugas PAM Jaya hanya sebagai pengawas mitra swasta. Aturan ini tak sesuai dengan Perda DKI Nomor 13 tahun 1992,” tegas Hendra.

Selain itu, lanjut Hendra, KPK mendorong adanya pembenahan di sektor hilir, yaitu terkait pipa penyaluran air minum ke penduduk untuk mengurangi kerugian yang diderita PAM Jaya atas pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang sebelumnya dikelola oleh PT Aetra Air Jakarta.

“Jika PAM Jaya tidak mampu melaksanakan pembangunan Instalasi Pengolohan Air (IPA) yang baru, sehingga diperlukan mitra swasta, maka pemilihan mitra swasta harus menjunjung tinggi azas akuntabilitas, transparansi, dan persaingan yang sehat, untuk mendapatkan opsi yang paling menguntungkan PAM Jaya melalui tender,” tandas Hendra. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X