Akademisi Sebut Harusnya Hukuman yang Diterima Jaksa Pinangki Malasari Lebih Berat

- Rabu, 16 Juni 2021 | 18:09 WIB
 Kiri: Direktur Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas Padang, Feri Amsari. (photo/ANTARA/Boyke Ledy Watra). Kanan:  Jaksa Pinangki. (photo/ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Kiri: Direktur Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas Padang, Feri Amsari. (photo/ANTARA/Boyke Ledy Watra). Kanan: Jaksa Pinangki. (photo/ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, Feri Amsari, menyebutkan seharusnya hukuman yang dijatuhkan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari lebih berat.

Hal itu dikarenakan, Pinangki berstatus sebagai aparat penegak hukum.

"Hakim tidak menilai Pinangki sebagai aparat penegak hukum. Kalau aparat penegak hukum melakukan pidana, itu selalu diperberat karena ketentuan KUHP," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa (15/6) dikutip dari ANTARA.

Oleh sebab itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand tersebut melihat ada kejanggalan dari putusan hakim yang tidak memperberat malah meringankan hukuman jaksa Pinangki dengan mempertimbangkan status perempuan.

Menurut Feri alasan-alasan yang disampaikan hakim tersebut seolah-olah dicari-cari untuk memotong hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun.

Baca juga: Desak Ingin Uji Klinis Fase III Vaksin Nusantara, Terawan: Tidak Perlu Anggaran

Kemudian adanya pertimbangan status Pinangki sebagai seorang ibu yang memiliki anak berusia empat tahun dinilai Feri juga tidak linier dengan statusnya sebagai aparat penegak hukum.

Ia mengkhawatirkan jika alasan status sebagai seorang ibu dijadikan pertimbangan maka berpotensi memuluskan kejahatan-kejahatan korupsi di kemudian hari.

Oleh sebab itu, yang perlu dilihat dari kasus Pinangki ialah kekuatan atau kewenangan yang dimilikinya yakni sebagai seorang jaksa dan tidak semata-mata hanya karena status perempuan dan seorang ibu.

"Karena itu akan menyampingkan nilai penting atau substansial dari perkara ini," ujarnya.

Dari berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia ada semacam tren pengadilan menjadi jalan pintas untuk mengurangi masa hukuman koruptor. Sehingga ada semacam nuansa peradilan tidak lagi berpihak kepada pemberantasan korupsi dan membenahi aparat hukum yang menyimpang.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X