Surat Kapolri Soal Media Dilarang Siarkan Polisi Arogan, IPW: Bisa Disalahgunakan

- Selasa, 6 April 2021 | 13:55 WIB
Ilustrasi polisi. (ist)
Ilustrasi polisi. (ist)

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane angkat bicara soal Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/750/Aiv/HUM.3.4.5/2021 tertanggal 5 April 2021.

Menurutnya, tidak ada yg istimewa dari surat tersebut karena surat itu untuk internal kepolisian. Hanya saja, kata Neta, surat Kapolri itu bisa disalahgunakan oleh kalangan kepolisian untuk membatasi dan tidak memberi akses kepada pers untuk sebuah peristiwa yang menyangkut internal polri, apalagi yang bersifat negatif.

"Kapolri maupun jajarannya harus tahu bahwa pers punya hak untuk meliput, menginvestigasi dan menyiarkan laporannya asal sesuai dgn UU pers. Jadi masyarakat pers tidak perlu takut dengan adanya surat Kapolri itu. Selain itu Kapolri dan jajarannya harus tahu bahwa mereka adalah pejabat publik yg digaji dari uang rakyat, sehingga mereka tetap perlu mengakomodir pers sebagai pilar alat kontrol publik,"  kata Neta, melalui keterangan yang diterima Indozone.id, Selasa (6/4/2021).

-
Polisi memukuli mahasiswa di depan kantor DPRD Sulawesi Selatan, Makassar, Selasa (24/09). - Antara/Abriawan Abhe

Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebut pertimbangan dikeluarkannya instruksi tersebut agar kinerja jajaran Humas Polri termasuk di wilayah-wilayah semakin baik.

Seperti diketahui, surat telegram tersebut berisikan 11 instruksi yang salah satunya menyatakan: "Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis."

Berikut poin lengkap isi surat telegram tersebut.

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis. 

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. 

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian. 

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan. 
5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual. 

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. 
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur. 

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku. 

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang. 

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten. 

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X