Susuri Keindahan Air Terjun dari Dalam Tanah, Viral Wisata Seribu Gua Dolok Pinapan Sumut

- Selasa, 12 Januari 2021 | 12:35 WIB
Seorang pengunjung mengabadikan foto di air terjun Seribu Gua Dolok Pinapan, Pakkat. (Instagram/seribuguabanuarea_tourguide)
Seorang pengunjung mengabadikan foto di air terjun Seribu Gua Dolok Pinapan, Pakkat. (Instagram/seribuguabanuarea_tourguide)

Kami memilih berangkat pagi di hari Minggu untuk menghindari keramaian. Berwisata di masa pandemi mendatangkan ketakutan. Sepanjang jalan dari Pakkat menuju Banuarea, jalanan sepi. Aktivitas gereja di pagi itu sepertinya sudah berjalan normal. Mobil-mobil berplat luar Sumatera parkir di depan. Pusat keramaian, paling tidak, masih terpusat di beberapa tempat ibadah di sepanjang jalan yang kami lewati. 

Sementara itu, jalanan beraspal sempit sudah berakhir. Sepeda motor kami merasakan perubahan kontur jalan. Batu-batu yang terkelupas membuat sepeda motor tidak bisa berjalan mulus. Nyaris di setengah sisa perjalanan tidak ada lagi jalan beraspal. Jalanan off-road membuat sepeda motor kami sangat tersakiti. Namun, justru di situ tersua sensasi lain, sensasi berkendara di luar kenormalan.

Di satu titik, kami hampir memutuskan pulang. Kami berhenti di bawah batu raksasa. “Motor ini tak sanggup naik ke atas,” seruku.

Betapa tidak, jalan semakin parah. Kali ini bukan batu terkelupas yang kami lewati, namun bentangan batu padas licin. Hampir kami putus asa saat ada warga yang melintas. “Seribu guanya sudah dekat. Di atas itu, sedikit lagi,” ujarnya.

Kami korban lokasi wisata viral. Lini masa media sosial di kawasan Pakkat, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, beberapa minggu ini sangat ramai mengabarkan Seribu Gua. Tak ada persiapan matang, kami pergi begitu saja. Lagipula, jarak Pakkat ke sana tak begitu jauh, bisa ditempuh setengah jam perjalanan. Pergi sembari berharap yang viral juga yang nyata. Nyata bagi kami dengan melihatnya langsung.

-
Penulis (kanan) bersama rekan-rekan tour guide. (Foto/Dian Purba)

 

Tidak ada plakat terpacak penanda lokasi gua. Kami harus bertanya ke warga untuk mengakhiri ketersesatan. Tiba di simpang jalan ke lokasi, kami bertemua tiga orang.

Mereka, ternyata, pemandu. “Harus ditemani bila ingin ke gua,” kata Lasro Simanullang. “Sudah registrasi di posko?” tanyanya.

Rupanya warung yang kami lewati tadi adalah posko registrasi. Biaya pandu 15 ribu rupiah per orang.

Jalan menuju ke gua sangat menggoda. Setelah melewati dataran berair, kami bertemu jalanan menurun. Hujan yang sering turun membuat jalan licin. Suara air sayup-sayup terdengar. Jalan semakin menurun hingga datar kembali lalu menurun kemudian. Kayu berpegangan dibuat biar tidak tergelincir.

-
Stalaktit di dalam seribu gua. (Foto/Dian Purba)

 

Setelah berjalan sekitar tiga menit, kita akan disambut keindahan super. Kita berjalan di bawah batu besar panjang yang bagian bawahnya sangat datar. Begitu datarnya seakan-akan seperti buatan manusia.

“Di sini sering diadakan misa,” kata Lasro. Kami berhenti sejenak mengabadikan momen.

Suara air semakin terdengar nyaring. Jalanan masih turun lagi lalu datar lalu turun hingga kemudian tiba di sini: air terjun paripurna. Betapa indah. Tingginya sekitar 15 meter. Air terjun itu tampak keluar dari batu. Lumut tumbuh di mulut air terjun hingga ke bawah. Hutan asri di sekeliling. Batuan besar berbentuk setengah gua begitu menganga. Batuan kecoklatan di bawah air terjun bertingkat-tingkat. Lelah seketika lenyap. 

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X