6 Alasan KSPI Demo Tolak Omnibus Law

- Senin, 20 Januari 2020 | 15:07 WIB
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beberkan enam alasan menolak Omnibus Law (INDOZONE/Mula Akmal)
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beberkan enam alasan menolak Omnibus Law (INDOZONE/Mula Akmal)

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi demonstrasi menolak Omnibus Law. Mereka menilai kebijakan itu hanya menguntungkan kaum elite semata dan sangat merugikan masyarakat Indonesia, khususnya kaum buruh.

Presiden KSPI, Said Iqbal menyatakan ada enam alasan kenapa kaum buruh menolak keras Omnibus Law. beberapa di antaranya dibeberkan di bawah ini. 

1. Upah minimun terancam menghilang. 

Dampak hilangnya upah minimum akan langsung dirasakan oleh buruh karena pemerintah berencana menerapkan sistem upah per jam. Padahal di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan, tidak boleh ada pekerja yang mendapatkan upah di bawah upah minimum.

"Memang, ada pernyataan yang mengatakan jika pekerja yang bekerja 40 jam seminggu akan mendapat upah seperti biasa. Sedangkan yang di bawah itu menggunakan upah per jam. Dengan kata lain, pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam seminggu, maka upahnya otomatis akan di bawah upah minimum," ucapnya di Gedung DPR Jakarta.

2. Mengubah istilah dan memperkecil tunjangan PHK.

Pemerintah berencana mengubah istilah pesangon menjadi tunjangan PHK yang besarnya hanya mencapai enam bulan upah. Padahal di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebut besarnya pesangon PHK adalah maksimal sembilan bulan, dan bisa dikalikan dua untuk jenis PHK tertentu, sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah.

"Selain itu, mendapatkan penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah, dan penggantian hak minimal 15 persen dari total pesangon atau penghargaan masa kerja," jelasnya.

3. Fleksibilitas pasar kerja atau penggunaan outsourcing.

Fleksibilitas pasar kerja atau penggunaan outsourcing dan buruh kontrak diperluas yang bermakna sebagai ketidakpastian kerja dan pengangkatan karyawan tetap, atau pekerja outsourcing bisa dibebaskan di semua lini kerja. 

Padahal, di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebut pekerja outsourcing hanya dibatasi pada lima jenis pekerjaan.

"Jika ini terjadi, masa depan buruh tidak jelas. Sudah hubungan kerjanya fleksibel yang artinya sangat mudah di PHK, tidak ada lagi upah minimum, dan pesangon dihapuskan," tegasnya.

4. Jaminan sosial buruh terancam menghilang

Menurut Iqbal, sistem kerja yang fleksibel tadi bisa menghapuskan jaminan sosial bagi buruh. Padahal untuk mendapat jaminan pensiun dan jaminan hari tua, maka harus ada kepastian kerja.

5. Pembukaan lapangan kerja bagi tenaga kerja asing unskilled. 

Menurut Iqbal, saat ini, TKA bisa bekerja di Indonesia dengan ketentuan yang ketat, mulai dari kewajiban memiliki keterampilan khusus yang tidak dimiliki pekerja lokal, pembatasan periode waktu 3-5 tahun, hingga kewajiban untuk didampingi oleh pekerja lokal untuk saling belajar.

6. Menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. 

Terakhir, Iqbal menyebut dalam Omnimbus Law, juga ada wacana menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak membayar hak-hak buruh.

"Tidak sulit bagi kita untuk menyimpulkan bahwa ini adalah bagian untuk menghilangkan kesejahteraan para pekerja. Oleh karena itu, ini bukan hanya permasalah pekerja. Tetapi juga permasalahan seluruh rakyat Indonesia," tegasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X