Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) yang didakwa merugikan negara sekitar Rp4,5 triliun terkait penerbitan surat keterangan lunas (SKL) dalam bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam amar putusan, MA menilai perkara yang menjerat mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini bukan suatu tindak pidana.
Atas putusan tersebut SAT bebas dari tuntutan pidana yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama maupun tingkat banding.
Diketahui pada pengadilan tingkat pertama, SAT divonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tak terima SAT mengajukan banding, ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Namun PT DKI Jakarta malah menambah pidana penjara menjadi 15 tahun dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
"Mengadili, Mengabulkan kasasi pemohon kasasi, terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung. Membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI pada 2 Januari 2019 yang mengubah amar putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta pusat no 39/pidsus/TPK/2018/PN JKT PST tanggal 24 September 2018," kata Kabiro Hukum dan Humas MA, Abdullah, dalam konferensi pers di Gedung MA saat membacakan petikan amar putusan MA, Selasa (9/7/2019).
Di kesempatan yang berbeda, SAT mengucap syukur atas putusan MA yang membebaskannya dari jeratan pidana.
Menurutnya keputusan MA merupakan akhir dari perjalanan panjang dirinya dalam mencari keadilan.
"Ini adalah sesuatu yang bersejara bagi saya karena sebagai mantan ketua BPPN saya sudah menyelesaikan urusan itu (SKL BLBI) dan sudah diselesaikan diaudit oleh BPK pada tahun 2006," ujar SAT saat keluar dari rumah tahanan KPK.