Kisah Mbah Wahadi, Kakek Penjual Burger Kampung di Jogja yang Masih Tersisa

- Sabtu, 12 September 2020 | 07:41 WIB
Mbah Wahadi (78 tahun), penjual burger 'kampung' yang masih tersisa di Jogja. (Istimewa)
Mbah Wahadi (78 tahun), penjual burger 'kampung' yang masih tersisa di Jogja. (Istimewa)

Yogyakarta boleh saja dianggap sebagai kota budaya. Namun untuk urusan kuliner, Yogya telah diekspansi oleh modernisme dan kapitalisme sehingga makanan-makanan murah namun enak mulai sulit ditemukan.

Salah satunya burger 'kampung'. Sementara di kota-kota metropolitan macam Medan atau Bandung masih mudah ditemukan dengan harga rata-rata Rp10 ribu, di Jogja, burger kampung justru hampir punah. 

Mau tak mau, orang-orang di Jogja, termasuk warga asli lokal yang berpenghasilan rata-rata di bawah Rp2 juta per bulan, terpaksa harus masuk ke gerai-gerai waralaba asing yang jelas harganya jauh lebih mahal.

Di tengah derasnya arus modernisme dan kapitalisme itu, Mbah Wahadi, penjual burger kampung asal Imogiri, Bantul, masih bertahan. Kakek berusia 78 tahun itu mungkin satu-satunya penjual burger kampung yang masih tersisa di Jogja.

Wartawan Indozone.id, Abul Muamar, suatu kali di bulan Desember 2017 pernah bertemu dengan Mbah Wahadi di bilangan Jalan Kaliurang KM 6, persisnya di perempatan Ringroad Utara-Kentungan.

Ketika itu, Mbah Wahadi berhenti persis di depan sebuah minimarket usai menganyuh gerobaknya sejak dari KM 5 dekat perempatan gedung kampus Magister Manajemen UGM. Seorang gadis berkerudung memanggilnya untuk membeli burgernya. 

Tangan tuanya dengan lambat mengeluarkan roti, selada, tomat, telur, dan irisan daging dari dalam kotak penyimpanan bahan dagangan di bagian belakang gerobaknya. Tak lupa, sebelum menyentuh dan mengolah burger, dia membungkus tangannya dengan plastik bening, untuk memastikan kebersihan burger yang ia jual.

Setelah membelah rotinya dan mengoleskan mentega ke atas permukaannya, dia mengoleskan mentega yang sama ke atas loyang yang mulai panas. Gadis itu terlihat bercakap-cakap dengan Mbah Wahadi. Anggukan-anggukan kepala sesekali menyertai obrolan mereka.

Untuk diketahui, jarak Imogiri ke Jalan Kaliurang yang masuk di wilayah Sleman bukanlah dekat, apalagi jika ditempuh dengan sepeda bergerobak. Kira-kira sekitar 27 kilometer.

Namun, "untungnya", Mbah Wahadi tidak setiap hari pulang ke Imogiri, Bantul. Ia lebih sering menginap di sebuah masjid di utara Jalan Kaliurang (orang Jogja menyebutnya dengan Kaliurang Atas), sehingga ia "hanya" menempuh 12 kilometer bolak-balik (24 kilometer) dari dan ke Jalan Kaliurang Bawah, di seputaran kampus UGM.

Menurut kesaksian orang-orang di seputaran Jalan Kaliurang, Mbah Wahadi sudah berjualan burger kampung sejak tahun 2004. Saat itu dia jelas belum serenta sekarang.

-
Mbah Wahadi (78 tahun), penjual burger 'kampung' yang masih tersisa di Jogja. (Istimewa)

Kini, kaki rentanya harus berjuang menganyuh sepeda bergerobak, yang jelas tidak mudah, terutama ketika harus kembali menuju Kaliurang atas karena jalanan menanjak.

Untuk satu porsi burger, Mbah Wahadi menjualnya dengan harga berkisar antara Rp8-11 ribu, tergantung isi burger yang dipesan. Dalam sehari, tak banyak roti yang terjual. Anak-anak sekolah dan mahasiswa yang diharapkannya mau membeli, pun kini mulai beralih ke jajanan lain yang lebih mewah dan mahal.

Walau demikian, Mbah Wahadi tak mau putus asa. Ia tetap yakin bahwa rezeki telah diatur Tuhan dan betapa pun sulitnya dagangannya laku, ia masih sanggup bertahan hidup dalam berkah kesehatan hingga sekarang.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X