Bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan di Hong Kong semakin meluas. Dua hari terakhir, bentrokan juga terjadi di lokasi pendidikan seperti kampus Chinese University. Melansir Reuters, Rabu (13/11), para pengunjuk rasa menganggap kampus sebagai 'lokasi perang' yang harus mereka menangkan.
Ini tidak terlepas dari keinginan para demonstran untuk melumpuhkan sebagian dari pusat keuangan di Asia. Sepanjang Selasa (12/11) malam, aparat keamanan terlibat bentrokan dengan pengunjuk rasa di sejumlah kampus dan lokasi.
Unjuk rasa yang sudah berlangsung lebih dari lima bulan ini kian masif, sehingga pengunjuk rasa dan aparat keamanan tak segan lagi untuk terlibat bentrokan langsung. Tembakan gas air mata dari polisi, dibalas dengan bom molotov dari pengunjuk rasa ke arah kantor polisi, kereta metro, membakar mobil hingga ke pusat perbelanjaan.
Pengerahan polisi anti huru-hara ke stasiun-stasiun dan lokasi strategis, dibalas dengan pemasangan barikade di jalan-jalan utama oleh pengunjuk rasa. Bahkan, sepanjang Rabu ini, para pengunjuk rasa berencana memperluas wilayah unjuk rasa.
Ini bentuk perlawanan terhadap kebrutalan polisi dan campur tangan Beijing, padahal kebebasan berpendapat dijamin di bawah formula 'Satu Negara Dua Sistem' yang disepakati untuk Hong Kong, paska pengembalian dari Inggris ke Tiongkok pada tahun 1997 silam.
Lee (21) mahasiswa yang ikut bergabung dengan pengunjuk rasa menuturkan, target lokasi unjuk rasa sepanjang hari ini adalah pusat bisnis, real estate kenamaan, pusat perbelanjaan mewah, termasuk hingga ke Semenanjung Kowloon dan New Territories.
"Kami hanya ingin memengaruhi ekonomi Hong Kong, agar pemerintah tahu bahwa kami serius dengan tuntutan kami," kata Lee yang sepanjang Selasa (12/11) malam sibuk membuat bom molotov di City University.