Pimpinan DPR Minta Pemerintah Libatkan Masyarakat Adat dalam Pembangunan Bangsa

- Rabu, 18 Agustus 2021 | 09:47 WIB
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar. (Instagram/cakiminow)
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar. (Instagram/cakiminow)

Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, peran masyarakat adat selama ini belum sebanding dengan kontribusi yang mereka berikan untuk kemajuan bangsa. Pasalnya keberadaan masyarakat adat masih sering diabaikan dalam proses pembangunan bangsa.

"Proses pembangunan selama ini sangat sedikit melibatkan masyarakat adat kita, bahkan mungkin saja pembangunan mengabaikan eksistensi masyarakat adat, terutama pembangunan sumber daya manusianya," kata Muhaimin kepada wartawan, Rabu (18/8/2021).

Dikatakan pria yang akrab disapa Gus Muhaimin ini, sejarah masyarakat adat dan sejarah perkembangan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan. Sebab tanpa adaya masyarakat adat, eksistensi Indonesia sebagai bangsa tidak bisa kokoh dan bisa terpecah belah dari gempuran masyarakat global yang dahsyat.

"Sayangnya peran penting masyarakat adat ini belum sebanding dengan kontribusinya yang selama ini memelihara dan menjaga kebangsaan kita, menjaga alam kita dan kultur kita," bebernya.

Lebih lanjut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, bangsa ini masih sering mengalami dilema berupa eksploitasi sumber daya alam yang merata di seluruh Tanah Air, dan dalam prosesnya kerap berhadap-hadapan dengan hukum dan masyarakat adat.

Ia pun menyambut baik inisiatif Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang terus mengupayakan pengajuan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA). Selama ini, RUU MA sudah beberapa kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun selalu kandas di tengah jalan.

"Kita akan berusaha keras lagi. Kita bagi tugas mengkonsolidasi dan mengetahui secara persis permasalahan yang menyebabkan RUU MA mendapatkan penolakan (di DPR)," imbuhnya.

Usai mendapatkan masukan dari AMAN, Muhaimin akan menyampaikan secara langsung kepada presiden dan menteri terkait serta pihak-pihak berwenang lainnya agar RUU MA bisa gol menjadi sebuah UU sebagai landasan hukum dan perlindungan bagi masyarakat adat.

"Mereka harus terlibat dan menjadi bagian utuh dari pembangunan, dan keterlibatan secara aktif yang secara langsung dilindungi dan didorong serta difasilitasi oleh regulasi nasional kita, terutama undang-undang," tuturnya.

Sementara itu, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi mengatakan, kontribusi masyarakat adat selama ini tidak pernah diperhitungkan, meskipun sudah diakui dan dijamin oleh UUD 1945.

"Tetapi UU yang lahir sejak negara ini berdiri, ada 30-an peraturan UU saat ini bersifat sektoral, justru digunakan untuk melegalisasi perampasan wilayah adat," ujar dia.

Rukka berkata masyarakat adat juga ingin diakui sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Faktanya selama ini, perampasan wilayah adat terus terjadi dan mayoritas diikuti dengan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi serta penangkapan yang sewenang-wenang bahkan adu domba di antara masyarakat adat.

"Yang terjadi banyak pemiskinan masyarakat adat dan stateless karena mereka tidak punya NIK (Nomor Induk Kependudukan), tidak punya KTP," katanya.

Bahkan, tutur Rukka Sombolinggi, pada Pemilu 2019 lalu, ada sekitar 2 juta masyarakat adat yang seharusnya wajib memilih, namun tidak bisa memilih karena tidak memiliki KTP.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X