Kata Pengamat Soal Jabatan Wakil Panglima TNI

- Kamis, 7 November 2019 | 14:30 WIB
Presiden Joko Widodo saat HUT ke-74 TNI pada 5 Oktober 2019. (Antara/M. Risyal Hidayat)
Presiden Joko Widodo saat HUT ke-74 TNI pada 5 Oktober 2019. (Antara/M. Risyal Hidayat)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No.66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam Perpres ini, selain menghidupkan kembali jabatan Wakil Panglima TNI, juga ada penambahan jabatan Perwira Tinggi (Pati) menjadi 367 jabatan.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman mengatakan, Presiden Jokowi memiliki tugas khusus untuk Wakil Panglima TNI, guna membantu program prioritas pemerintah, sehingga jabatan tersebut dihidupkan kembali.

"Posisi terkait dengan wakil menteri, wakil panglima, jelas kriterianya dari bapak, selalu untuk menangani tugas khusus atau tugas prioritas. Periksa saja, dari semua wamen, pasti kriteria tugasnya adalah tugas prioritas yang ingin dikembangkan pemerintah," kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (7/11).

Pengamat politik Robi Nurhadi menuturkan, adanya pengisian posisi Wakil Panglima TNI menegaskan adanya persepsi ancamanan baru di bidang pertahanan dan keamanan. Pada saat yang sama, Presiden Joko Widodo menilai bahwa penanganan ancaman tersebut tidak cukup yakin apabila Panglima TNI tidak dibantu Wakil Panglima TNI.

-
(Antara/M. Risyal Hidayat)

 

"Adanya Wakil Panglima TNI juga bisa merupakan proses akomodasi politik terhadap matra lain, seperti Darat ataupun Laut (Panglima TNI saat ini dijabat oleh TNI AU)," jelasnya saat dihubungi Indozone.

Lanjutnya, fenomena 'Darat Sentris' yang mewarnai sejarah panjang kepemimpinan TNI, menegaskan kuatnya ancaman domestik berbasis darat dan menegaskan kuatnya dominasi Angkatan Darat dalam politik militer di Indonesia. 

Fenomena 'Darat Sentris' bisa memengaruhi pengisian jabatan Wakil Panglima TNI, seperti saat Fachrul Razi diangkat menjadi Wakil Panglima TNI dulu. Ketika itu, Panglima TNI dijabat oleh Laksamana TNI Widodo A.S yang berasal dari TNI AL. Sementara Fachrul Razi berasal dari TNI AD. 

-
(Antara/M. Risyal Hidayat)

 

"Pertanyaannya adalah, bagaimana persepsi ancaman yang didefinisikan oleh Presiden saat ini? Kalau basisnya adalah dari luar atau basisnya adalah ancaman asimetris atau 'threat of proxy', maka mestinya harus mengabaikan fenomena 'Darat Sentris'," papar Dosen Strategi Keamanan Fisip Universitas Nasional ini.

Ditanya mengenai penambahan jabatan perwira tinggi di lingkungan TNI, dimana kini ada 367 jabatan di tingkat Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AL dan Mabes TNI AU, hal ini menurutnya merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari. 

"Ini adalah konsekuensi, karena yang diperkuat adalah pada tataran strategi. Strategi memang urusan para jenderal. Masalahnya adalah pada definisi atas persepsi ancaman tersebut. Mestinya, rakyat dijelaskan dulu soal ini, baru dikeluarkan Perpres yang merupakan respon atas adanya persepsi ancaman tersebut," pungkasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X