Menilik Jejak Kaum Hawa dalam Histori Musik Rock Indonesia

- Sabtu, 19 Oktober 2019 | 13:53 WIB
photo/Wikipedia/ANTARA/Nanien Yuniar/Instagram/@/kikankikan
photo/Wikipedia/ANTARA/Nanien Yuniar/Instagram/@/kikankikan

Musik rock yang dikemas dengan suara instrumen berdistorsi memang identik dengan maskulinitas. Namun, ada sebuah dekade ketika kaum hawa tampil di panggung utama rock Nusantara.

Lantunkan saja 'Bintang Kehidupan', masterpiece lagu dari wanita kelahiran 27 Desember 1975 silam ini mampu menjadi legenda influencer rock era 1990-an. Bahkan hingga saat ini, lagu itu senantiasa terekam abadi. Ia adalah Nike Ardila, memulai karir menjadi seorang musisi dengan capaian luar biasa di usia muda yaitu 14 tahun 2 bulan.

-
Nike Ardila | photo/Wikipedia

Pada masa itu, single 'Bintang Kehidupan' (1990) mampu menembus penjualan 2 juta copy, di mana pada saat itu tentu saja belum ada media sosial serta musik streaming yang mampu mendongkrak popularitas. Capaian murni dari seorang 'lady rocker' sejati.

Sayangnya, ketika menginjak usia 19 tahun, legenda rock tersebut pergi untuk selamanya. Kecelakaan maut membuat ia harus menggantung microphone serta menjadikan lengkingan sebagai karya abadi dalam rekaman saja.

Meskipun kariernya tergolong singkat, ia menjelma simbol lady rocker era 1990-an. Menyusul usai era Nike Ardila, harapan kaum hawa dalam pementasan genre rock dilanjutkan pada sosok Nicky Astria. Wanita yang lahir pada 18 Oktober 1967 ini menjadi kiblat dari semua lady rock era 1990.

-
Nicky Astria | ANTARA/Nanien Yuniar

Getaran lirik 'Jarum Neraka' (1985) mampu menjadi senjata ampuh mengisi kegersangan simbol lady rock era 90-an. Nicky pada masanya, mampu menyisihkan gempuran slow rock dari negeri Jiran. Demam lagu Malaysia ketika itu pun sangat pekat menghiasi saluran radio dan televisi nasional.

Regenerasi Lady Rock Indonesia

Hingga saat ini, Nicky tetap konsisten menempuh jalur rock untuk melepaskan ekspresi sebagai musisi. Meski baru saja menggelar konser kembali setelah sekian lama, ia mengakui bahwa sulit menelurkan regenerasi lady rock Indonesia. Regenerasi penyanyi perempuan yang konsisten di genre musik rock berlangsung lambat.

-
Nicky Astria | ANTARA/Nanien Yuniar

Nicky Astria berpendapat kendala regenerasi Lady Rocker di industri musik masa kini tak lepas dari pertimbangan aspek komersil. Musik rock belum punya jaminan akan sukses secara komersil seperti genre musik lain, dangdut misalnya.

Orang-orang yang berkecimpung di dunia musik, kemungkinan besar memilih musik yang pasti laku dan diterima pasar. Fenomena itu juga terjadi ketika dia masih aktif bermusik. Bedanya, saat itu rocker perempuan memang sedang naik daun. Nama-nama seperti Nike Ardilla dan Anggun C. Sasmi adalah sebagian dari penyanyi dari genre tersebut.

Seiring berjalannya waktu, musik rock mulai meredup. Penyanyi yang mengusung genre tersebut menghilang atau beralih ke genre yang lebih komersil. "(Rock) enggak selaku dangdut. Kalau dangdut memang enggak pernah mati," ujarnya.

-
Kikan 'Cokelat' | Instagram/@/kikankikan

Berbicara hal tersebut, band yang naik pada era 2000-an, Cokelat, yang sempat digawangi Kikan, muncul sebagai penyambung dahaga dengan mengedepankan vokalis wanita. Sempat beberapa penikmat musik menyebut Kikan, mantan vokalis Cokelat sebagai 'The Next Lady Rocker'.

Fakta memperlihatkan, Cokelat mampu menembus jajaran band papan atas dengan dikomandoi oleh vokalis wanita bergenre rock. Tidak salah memang jika sebagian masyarakat menyematkan label lady rock kepada Kikan.

Menilik lebih dalam lagi, banyak obrolan 'kelas warung' yang menilai bahwa lady rock di Indonesia sudah tidak bisa menelurkan generasi lagi setelah era keemasan Nike Ardila, Anggun C. Sasmi, Atiek CB dan Nicky Astria.

Seakan mereka adalah generasi terakhir yang pantas menyandang predikat lady rock. Apakah benar demikian?

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X