Gen Halilintar Tersandung Kasus Hak Cipta, Manajemen: Kita Orang Awam Belum Ngerti Sistem

- Jumat, 3 Juni 2022 | 14:07 WIB
Jejen Zaenudin dan Suyud Margono (doc.pribadi)
Jejen Zaenudin dan Suyud Margono (doc.pribadi)

Putusan MA ditingkat PK (peninjauan kembali) telah memenangkan gugatan Nagaswara atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh keluarga Gen Halilintar terkait lagu 'Lagi Syantik'.

Menanggapi putusan ini, pihak manajemen Gen Halilintar memberikan klarikasi.

"Ini juga menjadi pembelajaran untuk masyarakat ya biar masyarakat juga tau, karena kita orang awam. Karena awal masalah ini adalah ketidaktahuan, keawaman kita. Karena content creator dulu pun lagi rame bikin lagu jadi ya yuk kita bikin lagu. Terus subscriber pada komen 'bikin lagu dong, cover lagu dong', itu yang akhirnya kita belum tahu. Tetapi kan dalam sistem Youtube sudah diatur terkait kompensasi, terkait copy right, hak royalty itu larinya kemana, dan itu sudah kita kasih pernyataan juga waktu ditingkat PN." tegas Jejen Zaenudin selaku pihak manajemen Gen Halilintar pada konferensi pers, Kamis (2/6/2022) kemarin.

Jejen juga menegaskan bahwa tujuan pembuatan cover lagu 'Lagi Syantik' itu murni bertujuan untuk menghibur.

"Justru dengan adanya mereka mengcover lagu itu justru memperkenalkan karya anak bangsa ke luar kan." ujar Jejen kembali.

Selain Jejen Zaenudin selaku pihak manajemen, Suyud Margono selaku ahli kekayaan Hak Intelektual juga turut datang dalam konferensi pers ini.

"Menurut saya keputusan yang diambil itu sangat luar biasa, karena untuk kasus seperti ini dibutuhkan bukti baru, bukan hanya sekedar kekeliruan atau kekhilafan pengadilan dalam menerapkan hukumnya." ujar Suyud.

Dalam Undang-Undang mengenai hak cipta, terkecuali pembajakan, Suyud menjelaskan bahwa ketika terjadi kasus seperti ini, harus terlebih dahulu diadakan mediasi atau diselesaikan sebagai alternatif penyelasaian sengketa.

Secara kronologi, kasus ini merupakan gugatan pelanggaran hak cipta yang sudah rilis ke publik dan ada kegiatan pengcoveran dari sebuah instansi baru, yang faktanya sudah ada monetisasi dari ciptaan yang sudah rilis tersebut, dan baru kemudian ada gugatan.

"Sebetulnya monetisasi ini adalah bagian dari sistem yang ada sekarang melalui Youtube dan media lainnya yang menerapkan ini." jelas Suyud.

"Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa ada special right sebetulnya bagi pencipta dan juga ada publishing rate yang sifatnya sementara. Nah, hal itu harus dibedakan. Kenapa dibedakan? karena memang esensinya suatu ciptaan, termasuk lagu ini adalah milik pencipta. Jadi apakah betul disini ada pelanggaran yang merugikan pencipta?" lanjutnya.

Menurut pihak perwakilan Gen Halilintar, terkait putusan PK, hal ini perlu dipertimbangkan kembali apakah benar bahwa ada bukti baru yang memang mampu menunjukan bahwa adanya suatu pelanggaran hak cipta. Sederhananya, justru pihak Gen Halilintar turut memberikan kontribusi kepada pihak Nagaswara atau pihak publisher.

Secara sistem, LMK (Lembaga Musyawarah Kelurahan) disini mempunyai kuasa untuk memastikan bahwa keuntungan melalui monetisasi lagu ini ketika ada seorang publisher merilis kembali lagunya (cover), akan sampai kepada pencipta.

"Yang menjadi pertimbangan kenapa ini menjadi problematika hukum ke depan adalah dianggap sebagai suatu pelanggaran hak moral. Padahal, pihak sebagai penggugat disini adalah publisher dan termasuk juga disana pada awalnya adalah pemegang hak cipta disini." jelas Suyud.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X