Manifestasi Isi Hati dan Idealisme di 'Konser Musik Gagah'

- Minggu, 27 Oktober 2019 | 19:25 WIB
Kadri Mohamad saat membawakan lagu 'Sangkakala' (Foto: Azhan Miraza)
Kadri Mohamad saat membawakan lagu 'Sangkakala' (Foto: Azhan Miraza)

Bagi sebagian orang, musik progresif adalah genre yang menyebalkan. Selain durasinya panjang-panjang, butuh kernyitan dahi saat mendengar barisan nada yang dientakan. Tapi, bagi para pemujanya, musik jenis ini merupakan manifestasi luapan isi hati dan idealisme tingkat tinggi.

Komposisi kompleks menjurus 'njelimet', plus ketukan drum yang 'nyeleneh', serta barisan lirik yang menyerupai prosa, sesungguhnya bukanlah sebuah upaya menyusahkan diri sendiri. Inilah sebenar-benarnya 'stigmatisasi' jati diri dalam lingkup kecintaan mendalam terhadap salah satu genre musik.

Dalam gelaran 'Konser Musik Gagah' yang digagas komunitas  Indonesia Maharddhika pada Sabtu (26/10) malam di Titan Center, Bintaro, para musisi yang tampil coba mencurahkan kejujuran hati mereka. Keenan Nasution, Fariz RM, Benny Soebardja, Bangkit Sanjaya, Kadri Mohamad, Ecky Lamoh, Andy /rif, Jimmo, Arry Syaff, dan Eric Martoyo merupakan musisi lintas generasi yang menjadi representasi kedigdayaan musik progresif pada eranya masing-masing.

Penampilan mereka didukung barisan player profil tinggi seperti Yaya Moektio, Iyoen Hayunaji, Eggy Eghay, Noldy Benjamin, Reynold Silalahi, Welly Vantasma, Soebroto Harry, Biondi Noya, Iman Ismar, Fadhil Indra, Faisal, Jordan, Wancum, Raden Agung, Peter Nicholaus, Windy Setiadi, dan Naftali Angelina.

Ada 18 lagu yang dibawakan malam itu, yang meliputi 'Malaria', 'Laron-Laron', 'Musisi', 'Sangkakala', 'Balada Sejuta Wajah', 'Daun Surga', 'Apatis', 'Persada Tercinta', 'The Beast', 'Dirimu', 'Fabel', 'Nangroe', 'Satria', 'Cakrawala', 'Palestina'/'Manusia Kera' (medley), 'Armageddon', 'Negeriku Tercinta', dan tentu saja 'Indonesia Maharddhika'.

-
Fariz RM saat membawakan 'Armageddon' dalam gelaran 'Konser Musik Gagah' (Foto: Azhan Miraza)

 

Barisan trek di atas tentunya menyuguhkan komposisi ‘ruwet’ dengan alunan nada yang kadang ‘melayang-layang’. Kadar distorsi yang menyelimuti setiap lagu juga cukup dominan, yang dibagi rata dengan bebunyian kibor. 

Para musisi ini memilih memainkan musik progresif bukan ingin dianggap hebat. Seperti apapun bentuk aransemennya, itu merupakan rangkaian komposisi yang memang berada dalam jangkauan bermain yang mereka miliki sehingga tidak pernah merasa kesulitan dalam memainkanya. Apalagi, mereka bukan 'anak kemarin sore'.

Musik adalah sesuatu yang indah yang bisa dinikmati secara jujur oleh musisi maupun penikmatnya. Dan jika dilihat dari sisi dimensi, modulasi dan harmonisasi, musik progresif ternyata memang jauh lebih nikmat dibandingkan genre musik lain. Tidak percaya? Tanyakan saja sama musisi-musisi di atas.

Sedikit menengok ke belakang. Terbentuknya komunitas Indonesia Maharddhika berawal dari album kompilasi ‘Indonesia Maharddhika’ yang dirilis pada 2014. Tajuk album ini dicomot dari tembang karya Roni Harahap dan Guruh Soekarnoputra, salah satu nomor digdaya dari album fenomena 'Guruh Gipsy' (1976).

'Indonesia Maharddhika' dibawakan ulang lewat sentuhan  maestro Indonesia Iwan Hasan dan menampilkan para musisi tamu mulai dari Marcell Siahaan, Indra Lesmana, Keenan Nasution hingga sosok dahsyat Rick Wakeman (eks kibordis Yes). Dengan tetap mempertahankan 'ruh' aslinya, lagu ini dibuat lebih segar dan dinamis lewat persilangan elemen Barat (rock) dan Timur (Bali).

Deretan musisi lain yang menjejali album ini antara lain Cockpit yang membawakan nomor berjudul 'Haruskah Aku Berlari', The Miracle dengan 'Free Your Mind', The KadriJimmo lewat 'Srikandi', Discus ('The Machine'), Van Java ('Propecy of Jayaba'), Imanissimo feat. Andy /rif ('Simfoni Indonesia - Rock Opera Adegan I (Krisis Budaya)'), Vantasma ('Jakarta (Jet Black City)'), Atmosfera ('Ragu/Sibincar Layo'), dan In Memoriam ('The Ghosts of Ancient Patriot'). 

Selain 'Srikandi', 'Propecy of Jayabaya', dan 'The Ghosts of Ancient Patriot', nomor-nomor lainnya berdurasi di atas lima menit. Dari sisi komposisi, seluruh trek dibalut dalam nuansa keindonesiaan yang lekat dengan sodoran beragam warna musik mulai dari jazz, rock, symphonic prog, hingga progressive metal.
 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X