Kolaborasi Dewa Budjana, Asteriska, dan Hindia Dalam “Di Mata Semesta”

- Rabu, 11 Desember 2019 | 15:20 WIB
(Photo: Program Peduli Indonesia Inklusif)
(Photo: Program Peduli Indonesia Inklusif)

Bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia yang jatuh kemarin, sebuah gerakan Indonesia Inklusif yang digagas oleh Program Peduli menggandeng bebebrapa musisi untuk berkolaborasi menciptakan lagu bertema Indonesia Inklusif. Tiga musisi terplih itu adalah Dewa Budjana, Asteriska, dan Bhaskara Putra (Hindia).

Pemilihan ketiga musisi tersebut bukan tanpa alasan. Seperti yang ditorehkan dalam media rilisnya, ketiga musisi tersebut sangat toleran dan punya sisi kepedulian sosial yang tinggi.

“Dewa Budjana yang merupakan musisi senior juga dikenal sebagai musisi yang toleran. Ia kerap terlibat memproduksi lagu-lagu bernuansa religi untuk beberapa agama di Indonesia. Sementara itu, Hindia adalah musisi muda yang peduli pada makna di balik suatu karya dan Asteriska merupakan penyanyi yang peduli terhadap musik Nusantara.”

Kolaborasinya tersebut menghasilkan sebuah lagu yang mereka beri judul “Di Mata Semesta.” Masing-masing musisi saling berkontribusi dalam penggarapan singel tersebut. Seperti Dewa Budjana yang bertindak selaku komposer dan arranger untuk musiknya. Sementara Hindia dan Asteriska saling bekerja sama menggarap liriknya. 

“Waktu itu, pas lagi di studio di rumahnya Mas Budjana, saya pribadi dapat idenya kayak logika kalau satu orang di mata alam semesta itu cuma titik debu. Dia nggak penting. Jadi, kalau dari sudut pandang yang sangat makro, sebenarnya nggak ada masalah yang lebih penting, nggak ada kelompok yang lebih kecil, semuanya itu sama,” ucap Baskara. 

Lagu "Di Mata Semesta" mengajak pendengar untuk melihat dan memperlakukan setiap manusia secara setara dan semartabat. Tidak ada yang lebih rendah atau tinggi karena di mata semesta. Hal itulah yang menjadi makna dalam lagu tersebut. 

“Sebenarnya yang pengen kami angkat bersama itu isu perihal inklusivitas. Maksudnya, bagaimana kita itu sebenarnya di masyarakat sering secara nggak sengaja menyisihkan beberapa kelompok masyarakat tertentu tanpa sadar. Kita cuci tangan. Kita bilang, ‘nggak kok gue nggak kayak gitu. Gue orangnya nggak diskriminatif.’ Cuma lo nggak mau noleh kalau misalnya itu ada di depan mata. Nggak boleh ada yang mengecilkan satu sama lain. Harus inklusiflah kalau dalam bergerak.”

-
Dewa Budjana (Photo: Program Peduli Indonesia Inklusif)

 

Secara musikal, lagunya sangat kental dengan unsur tradisional. Hadirnya instrument suling dan kendang berhasil membangun nuansa musik tradisional Jawa Barat bercampur nuansa Kalimantan. Apalagi ada unsur Sinden yang disuarakan oleh Asteriska.  

 “Jadi, secara instrumentasi tradisi, saya ambil perkusinya dari Jawa Barat, sulingnya dari Kalimantan,” terang Budjana. 

Dewa Budjana juga menegaskan bahwa musik dan lagu yang mereka garap bisa menjadi sarana untuk membangkitkan sesuatu yang berguna di tengah masyarakat.  

“Ini bisa jadi hal yang positif ya tentunya karena musik itu harusnya selalu positif buat semua orang. Nada-nada itu kan walaupun nada disonan pun itu akan tetap bisa jadi enak sebenarnya. Ya mudah-mudahan itu bisa jadi contoh untuk kehidupan bermasyarakat yang lain,” tutup Budjana.

Video lagu ini menampilkan cuplikan dokumentasi dari berbagai wilayah kerja Program Peduli di Indonesia. “Di mata semesta, kau dan aku sama saja,” begitu ucap dan isyarat berbagai wajah dan anak Indonesia dalam bahasa daerahnya masing-masing. 

Artikel Menarik Lainnya:

 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X