5 fakta menarik dibalik film Buya Hamka berikut ini wajib banget kamu tau guys. Konon, proses produksi film ini sampai 9 tahun lho!
Dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah keilmuan Islam di Indonesia, sosok Buya Hamka akhirnya menginjak layar lebar.
Ya, film terbaru besutan Starvision dan Falcon Pictures ini benar-benar memukau penontonnya dengan cerita yang menarik dan penuh makna.
Baca Juga: Ibunya Vino G Bastian Ternyata Diislamkan Buya Hamka
Dikemas dengan visual yang memukau dan disutradarai oleh Fajar Bustomi, Buya Hamka berhasil menggugah hati penontonnya dengan beberapa fakta menarik.
Apa sajakah itu? Yuk, simak ulasannya di bawah ini!
5 Fakta Menarik Film 'Buya Hamka'
1. Mengangkat Kisah Tokoh Terkenal
Buya Hamka merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah keilmuan Islam dan sastra di Indonesia. Dia dikenal sebagai seorang ulama, filsuf, serta sastrawan yang menginspirasi banyak orang dalam berbagai aspek kehidupan.
Nama panjangnya, Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo, memang cukup panjang untuk diucapkan. Itulah mengapa ia lebih sering dikenal dengan nama pena, yaitu Hamka, yang merupakan singkatan dari nama panjangnya.
Film Buya Hamka yang akan tayang pada 20 April 2023. Diharapkan film ini dapat menginspirasi penonton dengan mengisahkan biografi dari sosok ulama ini, mulai dari masa kecil hingga dewasa.
Buya Hamka Sastrawan dan Wartawan
Dalam film ini, penonton diajak untuk mengenal sosok Hamka secara lebih dekat, termasuk bagaimana perjuangan yang dilakukannya untuk memajukan dunia kepenulisan di Indonesia.
Sejak kecil, Hamka telah menunjukkan ketertarikannya pada dunia tulis-menulis. Ia memulai debutnya sebagai penulis di majalah Pandji Poestaka pada usia 17 tahun.
Setelah itu, ia terus menulis dan menelurkan karya-karya sastra yang sangat berpengaruh, seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah.
Tidak hanya sebagai sastrawan, Buya Hamka juga dikenal sebagai wartawan yang kritis. Ia menjadi salah satu pendiri majalah Pembela Islam pada tahun 1935 dan menjadi redaktur majalah tersebut hingga akhir hayatnya.
Dalam majalah ini, ia menulis banyak artikel yang mengkritik kebijakan pemerintah kolonial Belanda serta menyuarakan pemikiran-pemikiran Islam yang moderat.
