Benarkah Feminisme Hanya untuk Wanita?

- Rabu, 26 Juni 2019 | 10:59 WIB
zora.medium.com/ Ana GalvaƱ
zora.medium.com/ Ana GalvaƱ

Feminis lekat kaitannya dengan perempuan. Kata “feminis” ini semakin sering terdengar oleh masyarakat Indonesia.  Menurut para intelektual, Feminisme adalah wajah dari banyak perempuan dan laki-laki, yang terwujud dalam pemikiran-pemikiran dan ekspresi berbeda, semuanya dengan tujuan sama untuk membangun kesetaraan untuk perempuan di semua wilayah kehidupan mereka.

Feminisme menyuarakan keadilan dan penghapusan kekerasan serta persekusi berbasis gender seperti yang dilakukan pada Maret lalu melalui kampanye Women’s March. Kampanye ini menyuarakan tentang isu-isu perempuan seperti masih banyaknya kasus perempuan yang mendapat kekerasan seksual, verbal, maupun fisik hingga pembunuhan terhadap perempuan atau femicide.

Feminisme kini juga bukan hanya untuk perempuan, tetapi juga laki-laki. Sudah banyak laki-laki yang mendeklarasikan dirinya sebagai feminis atau yang lebih sering disebut #HeForShe. Gerakan #HeForShe adalah sebuah gerakan solidaritas seluruh gender termasuk laki-laki yang mengamini feminisme untuk mencapai kesetaraan gender. Gerakan ini menolak tegas persepsi dan perilaku negatif terhadap orang-orang feminis.

Feminisme di masa sekarang telah berkembang pesat dan tumbuh subur tidak hanya pada pemikiran perempuan saja, tetapi juga para lelaki yang mengamini ideologi ini. Lalu bagaimana feminisme bisa berkembang pesat di era milenial sekarang ini?

Plato dianggap sebagai seorang feminis laki-laki pertama karena menyatakan bahwa perempuan mampu untuk berpartisipasi sepenuhnya sebagai warga negara dalam karyanya The Republic (360 SM). Pada buku V, Plato menyebutkan bahwa “They differ only in their comparative strength or weakness”, mereka (laki-laki dan perempuan) hanya berbeda dari kekuatan dan kelemahannya. 

Jadi menurut Plato laki-laki dianggap memiliki kekuatan dan perempuan cenderung dianggap lemah, maka hanya itu saja perbedaanya, tapi tetap ia mengungkapkan bahwa perempuan mampu untuk berpartisipasi sepenuhnya sebagai warga negara. Kemudian pemikiran Plato tersebut dikritik oleh Lynda Lange karena menempatkan perempuan dalam kategori  yang lemah dan laki-laki yang kuat, jadi masih ada persoalan dalam pemikiran Plato.

Tokoh feminis laki-laki lainnya adalah John Stuart Mill, pemikir sosial dan politik dari Inggris. Stuart Mill berkontribusi pada perkembangan intelektual feminis abad 19, ia turut memperjuangkan hak perempuan dalam politik. Dalam karyanya The Subjection of Women, Ia menyebutkan bahwa perempuan harus memiliki kebebasan, dengan kebebasan maka ia akan bermartabat sebagai manusia, maka dengan demikian perempuan harus memiliki hak dan status politik yang setara dengan laki-laki.

Jadi, feminisme adalah sebuah ideologi yang mengembalikan hak-hak perempuan sebagai manusia yang memiliki hak setara dengan laki-laki. Di masa kini sudah bukan lagi masanya perempuan dilecehkan dan dipandang rendah karena tidak ada yang merendahkan perempuan kecuali mereka yang rendah dan hina.

Editor: Administrator

Terkini

Ada dari Sumatra, Ini 3 Smart City di Indonesia

Minggu, 28 April 2024 | 11:35 WIB

Kemnaker Luncurkan Program K3 Nasional 2024-2029

Kamis, 25 April 2024 | 21:56 WIB
X