Sejarah Idul Adha, Kisah Nabi Ibrahim "Kurbankan" Putranya

- Sabtu, 10 Agustus 2019 | 16:20 WIB
Makkah al-Mukarramah/pixabay.com
Makkah al-Mukarramah/pixabay.com

Setiap 10 Zulhijah, seluruh umat muslim memperingati Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Haji. Dalam kalender masehi, Idul Adha 2019 jatuh pada Minggu (11/8/2019). Namun, tahukah kamu sejarah di balik Hari Raya Idul Adha?

Idul Adha dikenal dengan sebutan "Hari Raya Haji", dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji melakukan wukuf di padang Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih yang disebut pakaian ihram.

Pakaian ini melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup,  mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kepada Allah SWT.

Perayaan Idul Adha yang disambut sukacita oleh umat Islam, ternyata menyimpan kisah yang menyedihkan sekaligus menginspirasi. Idul Adha adalah hari untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim.

Perayaan hari raya Idul Adha tidak lepas dari pemotongan hewan kurban. Syariat yang diturunkan kepada nabi Ibrahim as yang bersejarah tersebut. Asal mula kurban berawal dari lahirnya nabi Ismail as. Sewaktu Nabi Ismail mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Ismail puteranya. Dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya wahyu Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim.

Mimpi Nabi Ibrahim yang merupakan wahyu dari Allah itu tentu membuatnya gundah gulana. Namun, saking cinta dan taatnya pada Allah, ia dengan lapang dada mau menyembelih anaknya. 

Suatu hari, Nabi Ibrahim mendatangi Ismail untuk meyampaikan perintah Allah bahwa ia harus menyembelih putranya. Sungguh tak disangka, Ismail justru mengamini perintah dalam mimpi ayahnya tersebut. 

Dirinya tidak merasa takut atau marah kepada ayah kandungnya. Hal tersebut dikarenakan mimpi itu merupakan wahyu dari Allah SWT. Mendengar jawaban dari anaknya, Nabi Ibrahim pun terkejut. Ia tak menyangka anak kesayangannya itu begitu ikhlas untuk menerima perintah Allah SWT. 

Namun, tak mudah bagi Nabi Ibrahim menjalankan perintah tersebut. Pasalnya, setan terus menggoda dirinya agar membatalkan perintah itu. Tapi usaha setan gagal.

Begitu pula yang terjadi ketika setan menggoda Ismail, mereka juga mengalami kegagalan. Tidak ingin menyerah, setan kemudian menggoda isteri Nabi Ibrahim akan tetapi usaha tersebut pun tetap tak berhasil.

Tibalah waktu penyembelihan. Pada hari H, yakni tanggal 10 Zulhijah, Nabi Ibrahim dan putranya pergi ke tanah lapang untuk menjalankan perintah Allah tersebut. 

Nabi Ibrahim menyiapkan pedang yang sudah diasah dengan sangat tajam agar Ismail tak merasa kesakitan ketika disembelih.
Ismail meminta sang ayah menutup mata agar tidak merasa iba ataupun ragu melaksanakan perintah dari Allah SWT. 

Namun, ketika nabi Ibrahim mulai menyembelih anaknya, pedang tersebut selalu terpental. Ismail kemudian berkata bahwa dirinya ingin tali pengikat yang ada di tangan dan kakinya dilepas. Hal itu dilakukan agar malaikat dapat menyaksikan bahwa ia taat kepada Allah SWT. 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Makna dan Kegunaan 7 Sakramen dalam Gereja Katolik

Selasa, 26 Maret 2024 | 08:15 WIB

4 Peran Kerjasama Pendidikan oleh Negara ASEAN

Kamis, 21 Maret 2024 | 18:15 WIB
X